Keluarga Tunanetra

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
News Online Itil

Cerita Sex Keluarga Tunanetra – Namaku Wawan (disamarkan). Ketika kisah nyata ini mulai terjadi, umurku 20 tahun, tapi saya sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga saya bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan penghasilan nan lumayan.

Sejak mini saya menjadi tulang punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berupaya mencarinya ke mana – mana, tapi selalu kandas menemukannya.

Dengan sendirinya nan tinggal di rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya saya dan ibuku berdua. Di satu pihak saya kudu bersyukur, lantaran penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di pihak lain sejak mini saya kudu jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari duit sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.

Maka sejak tetap di SMP saya berupaya nyari duit dengan segala langkah nan halal. Waktu tetap di SMP, saya jadi tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA saya berupaya nyatut sana nyatut sini. Dan untungnya saya sering sukses mendapatkan hasil dari upaya nyatut itu.

Cerita Sex Keluarga TunanetraCerita Sex Keluarga Tunanetra

Ngocoks Setelah jadi mahasiswa pun saya sering upaya mini – kecilan. Cuma jadi calo, nan menghubungkan pihak penjual dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil upaya mini – kecilan itu saya bisa kuliah dengan membiayai sendiri.

Dalam kesibukan kuliahku sembari kudu mencari duit sendiri untuk biaya kuliahnya, saya tak punya waktu untuk memikirkan cewek. Mungkin di antara kawan – kawan kuliahku, hanya saya sendiri nan tidak punya cewek.

Karena di samping sibuk mencari duit dan kuliah, saya pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui keadaan ibuku nan tunanetra itu. Begitulah latar belakang kehidupanku nan berat memikulnya ini.

Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu belum tua. Ketika saya berumur 20 tahun, usia Ibu baru 38 tahun. Karena Ibu menikah di usia 16 tahun. Di usia 17 tahun Ibu melahirkan Kak Wati, satu satunya kakakku. Dan di usia 18 tahun melahirkan aku.

Ibu juga punya corak tubuh nan tinggi montok dan punya wajah nan cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata hitam, beliau tampak lebih elok lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat, sehingga tidak bisa punya suami lagi, lantaran setiap hari beliau hanya tinggal di rumah, tak pernah ke mana – mana. Pernah juga saya bertanya apakah Ibu punya niat untuk kawin lagi?

Memang saya sangat prihatin memandang keadaan ibuku itu. Ketika saya sedang nonton televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berfaedah bahwa saya kudu menerangkan apa nan sedang kutonton itu.

Terkadang Ibu suka menghidupkan televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sembari rebahan di sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel nan sedang menyiarkan FTV alias sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron nan “ditontonnya”, meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.

Pada suatu malam…

Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena lenyap kerja lembur.

Seperti biasa, untguk membuka pintu depan kugunakan kunci persediaan nan selalu kubekal setiap bepergian. Supaya saya tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan nan terkunci.

Setelah masuk ke dalam rumah, kukuncikan kembali pintu depan, lampau masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya saya mau langsung tidur. Tapi sayup – sayup kudengar bunyi rintihan ibuku. “Aaaaah… aaaaaah… aaaaaaaaa… aaaaaah… aaaaa… aaaaaaah…”

Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang sakit?

Maka setelah melepaskan sepatu, saya melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu bilik Ibu nan biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu rupanya pintu bilik ibuku terkunci. Sementara rintihan – rintihan ibuku tetap terdengar, apalagi semakin jelas. “Aaaaa… aaaaaaah… aaaaa …

Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau… nah, saya baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjingkat saya bisa memandang ke dalam bilik Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja saya memindahkan bangku makan ke dekat pintu bilik Ibu.

Dan… apa nan kulihat?

Ternyata Ibu sedang bugil bulat. Tangan kanannya sedang meremas – remas payudaranya, sementara tangan kirinya sedang mengelus – elus memeknya nan berjembut lebat itu.

Sebenarnya saya sudah sering memandang Ibu telanjang. Tapi biasanya saya suka memalingkan muka, lantaran merasa jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini saya memandangnya dengan mata nyaris tak berkedip.

Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk – masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sembari berdesah – desah panik seiring dengan aktivitas jari di dalam celah kewanitaannya.

“Aaaaaaa… aaaaahhhh… aaaaa… aaaaahhhhh… aaaaa… aaaaaahhhh… aaaaa… aaaaaah… aaaaaa… aaaaaahhhhhh…”

Dan… tak bersuara – tak bersuara tongkat kejantananku jadi tegang… tegang sekali…!

Dan saya tak kuat lagi menyaksikan kejadian selanjutnya. Lalu saya turun dari bangku dan memindahkannya ke tempat semula.

Itil V3

Kemudian saya merebahkan diri di atas ranjang, sembari membayangkan lagi apa nan barusan kusaksikan itu.

Kenapa penisku jadi ngaceng begini? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu nan bugil sembari bermasturbasi itu?

Entahlah.

Yang jelas dalam tidurku di hari nan sudah pagi itu, saya bermimpi tentang sesuatu nan tidak pernah kualami sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.

Mimpi gila memang. Tapi ketika saya terbangun, celanaku basah…!

Gara – gara mimpi gila itu spermaku meletus di kembali celana dalamku…!

Tapi kenapa saya kudu mengalami mimpi segila itu? Kenapa pula di dalam mimpi itu saya merasakan liang memek Ibu sedemikian enaknya sehingga saya sampai ngecrot dan celana dalamku basah?

Apakah di dalam realita memang seperti itu? Bahwa memek ibuku itu lezat sekali sehingga membikin penisku ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku?

Entahlah. nan jelas setelah bangun, saya langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan shampoo.

Hari itu saya memang libur. Biasa, jika sudah kerja lembur, saya dikasih libur keesokan harinya.

Setelah menyisir rambut, saya pergi ke warung nasi nan tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus. Untukku dan untuk Ibu.

Lalu kuajak Ibu makan bersama.

Pada waktu makan itulah saya mulai mengorek pengakuan Ibu.

“Bu… saya mau bertanya, tapi kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya.”
“Mau nanya apa Wan?”
“Ibu tetap memerlukan sentuhan laki-laki kan?”

Ibu terdiam sesaat. Lalu menjawab pertanyaanku, “Ibu kan belum tua – tua banget Wan. Tentu saja ibu tetap memerlukan sentuhan lelaki. Tapi ibu nggak mau kawin lagi, lantaran takut tidak sayang sama Anda dan Wati.”

Aku nan sudah selesai makan, lampau berdiri dan melangkah ke belakang bangku nan sedang diduduki oleh ibuku. Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak mengenakan beha, sehingga saya bisa langsung menggenggam kedua tetek montoknya dengan sepasang tanganku nan sudah berada di kembali dasternya.

Ibu tersentak, “Haaa?! Kamu kan anak ibu Wan…!”

“Iya… tapi daripada Ibu terus – terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol nan original Bu… lagian di rumah ini kan hanya ada kita berdua,” sahutku sembari mengelus kedua puting tetek ibuku dengan kedua tanganku nan sudah berada di kembali dasternya.

Ibu terdiam sejenak. Lalu memegang kedua pergelangan tanganku sembari bertanya, “Memangnya Anda bisa nafsu sama ibu?”

“Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi saya memandang Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau usik Ibu nan kelihatannya sedang enak-enak gitu. Makanya saya langsung tidur aja. Eee… saya malah bermimpi menyetubuhi Ibu. Sampai basah celanaku Bu.”

“Masa?! Berarti Anda nafsu memandang ibu sedang bugil sembari masturbasi tadi?”

“Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya. Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap memandang Ibu telanjang, saya suka memalingkan muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh… malah sampai terbawa – bawa mimpi Bu.”

“Terus maumu sekarang bagaimana?”

“Pokoknya saya siap untuk menyetubuhi Ibu, agar Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama – lama bisa gila lho Bu,” sahutku dengan “dalil” mengada – ada. Padahal saya belum pernah mendengar alias pun membaca jika keseringan masturbasi itu bisa gila.

Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh oleh ucapanku. “Kalau ibu kelak mengandung gimana?”

“Gak apa – apa. Hamil ya mengandung aja. Aku bisa kok ngurus anaknya jika sudah lahir kelak.”

“Tapi apa kata tetangga nanti? Ibu kan gak punyha suami, lampau mengandung dan melahirkan… lampau anaknya menangis… suaranya terdengar ke mana – mana… jangan Wan ah… jangan sampai ibu hamil. Beli kondom aja dulu gih… alias beli pil anti hamil. Mungkin di toko obat alias toko obat juga ada.”

“Iya Bu. Sekarang juga saya mau nyari sampai dapet,” sahutku sembari bergegas menuju penyimpanan di sebelah. Di situlah kuletakkan motorku nan jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus antar jemput karyawan.

Beberapa saat kemudian motor bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku nan letaknya agak jauh dari rumahku.

Kebetulan pil anti mengandung itu tidak susah mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan nilai nan lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian saya pulang lagi ke rumah.

Begitu tiba di rumah, saya langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ. O, rupanya sedang di bilik mandi, lantaran saya mendengar bunyi air dituangkan ke lantai.

Maka kubuka pintu bilik mandi nan tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut jika jatuh di dalam bilik mandi).

Ternyata Ibu sedang bugil bulat di dalam bilik mandi.

“Habis makan kok mandi Bu? Bagusnya jika mau mandi sebelum makan tadi,” kataku sembari masuk ke dalam bilik mandi.

“Siapa nan mandi?” tanya Ibu sembari memutarf badannya jadi menghadap padaku, “ibu abis nyukur jembut ibu Wan… tuh lihat… memek ibu jadi bersih sekarang kan?”

“Hihihihiii… iyaaa… tadi subuh tetap gondrong. Sekarang udah dibotakin. Pake apa nyukurnya Bu?”

“Pake silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu ketek.”

“Duuuh… jika bersih gini pasti lezat jilatinnya Bu,” kataku sembari mengusap – usap kemaluan ibuku nan putih bersih dan lumayan tembem itu.

“Memangnya Anda mau jilatin memek ibu?” tanyanya.

“Mau jika sudah bersih gitu sih,” sahutku sembari membeberkan handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.

Setelah tubuh Ibu terbalut handuk, saya langsung membopongnya keluar dari bilik mandi.

“Daster ibu ketinggalan di bilik mandi Wan,” kata Ibu waktu baru keluar dari pintu bilik mandi.

“Biar aja Bu. Kan sekarang Ibu kudu bugil bersamaku nan bakal bugil juga.”

“Iya ya. Mmm… tadi dapet apa? Kondom apa pil anti hamil? “tanya Ibu.

“Pil anti mengandung Bu. Kalau pake kondom sih takut kurang enak.”

“Memang kurang lezat pake kondom sih. nan lezat kan kulit ketemu kulit… hihihihi… Wawan… Wawan… gak nyangka Anda bakal punya niat begituan sama ibu ya?” ucap Ibu setelah kurebahkan di atas ranjangnya.

Pada saat itu pula saya melepaskan segala nan melekat di tubuhku. Dan setelah telanjang, saya naik ke atas ranjang sembari melepaskan belitan handuk dari tubuh ibuku.

Ibu malah meraba – raba dadaku, lampau perutku.

“Nyari apa Bu?” tanyaku.

Tiba – tiba Ibu menangkap penisku nan sudah ngaceng berat ini. “Ini nan ibu cari. Udah segede apa kontolmu ini Wan? Adududuuuuh… gede banget kontolmu Wan… jauh lebih gede daripada kontol ayahmu… !”

“Masa sih Bu?”

“Iya. Kontol bapakmu biasa – biasa aja. Gak sepanjang dan segede kontolmu ini. Nurun dari siapa ya?”

“Hihihiii… gak tgaulah Bu. Harusnya Ibu lebih tau nurun dari siapa ayooo…?”

“Mmm… mungkin nurun dari kakek ibu. Almarhum kakek ibu kan orang Arab,” sahut Ibu sembari menelentang dan merenggangkan kedua belah pahanya, “Ayo Wan… masukin aja langsung kontolmu. Ibu pengen ngerasain enaknya dimasukin kontol gede begitu. Jangan pake jilat – jilatan dulu segala. Nanti malah terasa lenggang lantaran beceknya.

Memang saya sendiri pun mau secepatnya memasukkan penis ngacengku ke dalam kemaluan Ibu. Karena takut jika Ibu keburu berubah pikiran. Maka setelah mendengar permintaan dari Ibu, saya pun sigap meletakkan kepala penisku di mulut memek Ibu nan tampak sudah menganga dan kemerahan itu.

Ibu pun membantuku. Memegangi leher penisku, lampau mencolek – colekkan moncongnya ke mulut memeknya. Sampai akhirnya Ibu berkata, “Iya… sekarang doronglah Wan…”

Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga.

“Iyaaaa… sudah masuk sedikit Wan… mari sorong lagi nan lebih kuat…”

Kudorong lagi batang kemaluanku sesuai dengan permintaan Ibu. Dan… tongkat kejantananku melesak masuk sedikit demi sedikit… membikin mulut Ibu ternganga.

“Ma… maasuuuk Waaaaan… duuuuh… kontolmu memang gede banget Waaaan… terasa sekali… sangat terasa enaknya Waaaaan… “rintih Ibu sembari menarik leherku ke dalam pelukannya. Dan merapatkan pipi hangatnya ke pipiku.

Bayangan wajah Bu Laila pun terlintas di dalam benakku. Namun ketika saya mulai mengayun batang kemaluanku, gambaran wajah wanita elok itu pun menjauh dan akhirnya lenyap dari terawanganku. Kini saya hanya merasakan sungguh legitnya liang tempik Ibu ini, meski lama kelamaan terasa mulai seperti mendorong penisku ke luar, lampau menyedotnya kembali …

“Ibu… memek Ibu lezat sekali Bu… uuuughhh… uuuuughhhhh…” bisikku terengah ketika penisku mulai memompa liang keewanitaan ibuku.

“Kontolmu juga… luar biasa enaknya Waaan… ooo… ooooooohhhhh… lezat sekali Waaaan…” sahut Ibu perlahan dan nyaris tak terdengar… dengan pinggul mulai bergoyang – goyang seperti layang – layang tertiup angin kencang. Membuatku semakin bergairah mengentotnya.

Entah setan alias hantu mana nan membantuku waktu batang kemaluanku makin gencar mengentot liang memek Ibu nan sudah bertahun – tahun tak merasakan genjotan zakar laki-laki ini. nan jelas saya semakin mengagumi keelokan corak tubuh putih mulus ibuku, mengagumi kecantikan wajahnya nan sepintas lampau tak terlihat bahwa ibuku ini seorang tunanetra.

Ya, ibuku nyaris sempurna sebagai wanita nan awet muda. Seolah hanya 1 – 2 tahun lebih tua dariku. Hanya sepasang matanya nan tidak sempurna, nan lainnya betul – betul penuh dengan daya pesona. Tubuh nan tinggi montok, dengan pinggul gede dan tetek nan montok, dengan pinggang nan ramping dan kulit nan putih mulus.

Maka semakin lupalah saya jika nan tengah kusetubuhi ini ibu kandungku sendiri. Aku hanya merasakan setiap lekuk tubuh Ibu nan tersentuh olehku ini penuh dengan keelokan dan kenikmatan. Bahkan ketika saya menicum bibirnya dengan penuh antusiasme birahi, Ibu pun menyambutnya dengan lumatan hangat, dengan nafas nan terengah – engah…

Terkadang leher jenjangnya kujilati disertai dengan sedotan – sedotan kuat, sehingga mulut Ibu ternganga – nganga, dengan dekapannya di pinggangku nan semakin erat. Seolah takut jika kutinggalkan dari surga bumi nan sedang kami nikmati berbareng ini.

Maka emosi nikmat nan sedang kurasakan ini berbaur dengan emosi haru. Dan membuatku smekin percaya bahwa Ibu tetap berkuasa menikmati semuanya ini. Bahkan pada suatu saat saya membisiki telinganya, “Aku makin sayang kepada Ibu…”

Spontan Ibu menyahut, “Iii… ibu juga… makin sayang kepadamu Wan… ta… tapi… ibu su… sudah mau lepas Wan… mari percepat entotannya… entooooot nan cepeeeet… iyaaaaaa… iyaaaaa… Waaaaaan… Waaaaan… Wawaaaaaaan…”

Ibu berkelojotan. Gedebak gedebuk sembari memeluk leherku erat – erat, membuatku susah bernafas. Namun kuikuti permintaannya. Entotanku dipercepat… makin lama makin cepat… sampai akhirnya terdengar bunyi erangan ibuku tercinta, “Aaaaaaa… aaaahhhh… ibu lepas Waaaannn…”

Lalu Ibu terkulai lunglai. Dengan keringat nan membasahi wajah dan lehernya, bercampur baur dengan keringatku.

Lalu Ibu membelai rambutku dengan lembut sembari berbicara perlahan, “Terima kasih Wan… sejak ditinggal oleh ayahmu, baru sekali inilah ibu merasakan nikmatnya disetubuhi… ibu sayang sekali padamu Wan… Anda memang anak nan sangat mengerti pada kebutuhan jiwa ibu…”

Aku terdiam sembari menikmati indahnya kedutan – kedutan liang memek Ibu nan baru saja mencapai orgasmenya.

Namun saya belum ejakulasi. Aku berupaya mengatur pernafasanku agar bisa berlama – lama mengentot liang memek Ibu.

Maka setelah Ibu tampak pulih lagi dari kelunglaiannya, saya pun melanjutkannya kembali. Mengayun penisku lagi, nan bergerak – mobilitas maju mundur di dalam liang memek ibuku nan sudah becek ini.

Aku merasa kenikmatanku tidak terganggu oleh kebecekan liang kewanitaan ibuku. Bahkan saya semakin pede, bahwa saya sudah sukses membikin Ibu puas. Lalu saya mau mengejar kepuasan untuk diriku sendiri. Dengan mempergencar entotanku.

Ranjang Ibu pun berderit – derit lagi secara berirama. Sesuai dengan aktivitas kontolku nan sedang memompa liang memek ibuku.

Ibu pun mulai menanggapi aksiku dengan goyangan pinggulnya nan mulai memutar – mutar, meliuk – liuk dan menukik lampau menghempas di atas kasur. Dengan sendirinya kelentit Ibu pun njadi sering bersenggolan dengan batang kemaluanku. Maka erangan – erangan Ibu pun terdengar lagi perlahan tapi jelas di telingaku.

“Waaaan… ooooo… oooooh… Waaaan… ini udah lezat lagi Waaaan… entot terus Waaaan… entoooottttttt… entoooootttttt Waaaaaaan… lezat sekali Waaaaan… entot teruuuussss… entoooottttttttt… entooooootttttt… ooooo… ooooooh… enaaaaak Waaaan… enaaaaaakkkhh… entoooooootttttttt …

Cukup lama saya mengentot ibuku. Sehingga keringatku sudah semakin bercucuran. Sampai pada suatu saatg Ibu berbicara terengah, “Ibu udah mau lepas lagi Waaan… mari barengin biar nikmat Waaaan…”

Memang saya pun sudah berada di detik – detik krusial. Maka setelah mendengar permintaan Ibu itu, saya tak mau menahan – nahan lagi. Kupercepat entotanku… maju mundur maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya.

Lalu… ketika sekujur tubuh Ibu sedang terkejang – kejang, ketika liang memeknya terasa sedang menggeliat dan berkejut – kejut, batang kemaluanku pun sedang mengejut – ngejut sembari memuntahkan auir mani… croooooottttt… crooooooottttt… crotttt… croooottttt… crooootttttttt… croooottttt…

Kami sama – sama menggelepar, lampau sama – sama terkulai dan terdampar di pantai kepuasan. Dengan tubuh bermandikan keringat.

O, sungguh bagus dan nikmatnya semua nan telah kualami ini.

BDan sekarang Ibu sudah memberikan sesuatu nan paling berbobot di badannya, untuk kumiliki dan kunikmati.

Karena itu saya kudu memperlakukannya lebih dari biasanya. Ketika Ibu mau bersih – bersih di bilik mandi, saya membopong tubuh telanjangnya ke bilik mandi. Lalu kami mandi bersama. Untuk membuang keringat dari tubuh kami.

Lalu saya menyabuni sekujur tubuh ibu, dari leher sampai ke telapak kakinya.

Namun ketika saya sedang menyabuni kemaluannya nan sudah dua kali orgasme itu, tak bersuara – tak bersuara penisku ngaceng lagi. Maka kuangkat tubuh Ibu ke bibir bak bilik mandi. Dan kududukkan Ibu di pinggir bak nan bibirnya cukup lebar, nan biasanya digunakan untuk meletakkan peralatan mandi. “Mau ngapain mendudukkan ibu di sini Wan?

“Iya Bu. Aku nafsu lagi nih. Gak apa – apa ya,” sahutku sembari berdiri menghadap ke arah ibuku, dengan moncong penis diletakkan di mulut memek Ibu nan tetap berlepotan air dan busa sabun.

“Iya gak apa – apa Sayang,” sahut Ibu sembari memegang sepasang bahuku.

Dan dengan mudahnya saya bisa memasukkan penisku nan sudah ngaceng lagi ini ke dalam liang memek Ibu… blessssssssskkkkkkk…

Dan sembari berdiri, mulailah penisku “memompa” liang kemaluan ibuku.

“Oooooohhhhh… kontolmu memang lezat sekali Wan… kelak istrimu pasti bakal mau dientot terus sama kontol gede dan panjangmu ini… ooooohhhhh… lezat sekali Waaaan… “erang Ibu sembari memeluk leherku agar tidak terjatuh ke lantai, sekaligus mau menciumi pipi dan bibirku.

“Me… memek ibu lezat nggak Wan?” tanya Ibu ketika ayunan penisku tetap melangkah lambat.

“Enak sekali Bu…” sahutku sembari mendekap pinggang ibu, sementara penisku mulai kugenjot secara berirama.

“Sayangnya kita gak boleh kawin ya Wan. Kalau boleh sih, ibu mau juga dihamili olehmu.”

“Kalau hidupku sudah mapan, tiada salahnya ibu mengandung anakku.”

“Kenapa kudu sudah mapan?”

“Kalau sudah mapan, saya bisa menyembunyikan Ibu di suatu tempat nan jauh dari mulut usil.”

“Iya… makanya cepatlah sukses ya Sayang. Biar ibu bisa hamil, bisa mengandung benihmu. Oooo… ooooohhhh… ini… makin lama makin lezat Waaaan… tapi jangan terlalu lama kayak tadi yaaaa… jika ibu sudah mau lepas, Anda juga kudu ngecrot… biar bareng lagi lepasinnya seperti tadi… nikmat sekali…

“Iya Bu… lagian ngentot di dalam bilik mandi gini gak boleh lama – lama ya. Takut diganggu hantu air…”

“Ah… kata ayahmu sih kata hantu itu hanya plesetan dari kata Tuhan… jadinya Tuhantuhantuhantuuuu… bener kan?”

“Iyaaaa… dududuuuuuhhhh… memek Ibu makin lama makin lezat Buuuu…”

“Kontolmu juga makin lama makin enaaaaaak… mari cepetin entotannya Waaaan… biar sigap selesai…”

“Iya Bu,” sahutku sembari mempercepat entotanku seperti nan Ibu inginkan.

Bokong Ibu makin lama makin maju. Tapi saya tidak takut beliau jatuh, lantaran selalu berpegangan ke bahuku alias memeluk leherku erat – erat.

Dan akhirnya Ibu berbicara terengah, “Ayo Wan… barfengin lagi… ibu udah mau lepas nih Waaaaan… entooooot teruuuusssss… lepasin bareng lagiiiii…”

Aku memang sudah mau ngecrot secepatnya di bilik mandi ini. Maka setelah mendengar permintaan Ibu, kupergencar entotanku, tanpa mempedulikan apa – apa lagi.

Dan… oooo… saya berhasil…!

Ketika liang memek Ibu mengedut – ngedut kencang, saya pun tengah “menanamkan” penisku di dalam liang surgawi nan sedang berkejuit – kejut menggiurkan itu… disusul dengan kejutan – kejutan di penisku sendiri… penis nan moncongnya tengah memuntahkan lahar lendir ini. Crooootttttt… crotcrottttt…

Ibu tetap memeluk leherku, tapi kedua lengannya sudah terasa lemas. Maka setelah mencabut batang kemaluanku dari liang memek Ibu, kuturunkan ibuku dengan hati – hati.

“Duuuuhhhh… ini untuk pertama kalinya ibu disetubuhi di dalam bilik mandi Wan,” kata Ibu sembari meraba – raba bibir bak, sampai menemukan gayung plastik. Lalu diambilnya air dengan gayung plastik itu untuk menyirami memeknya.

Aku pun mengambil gayung plastik itu dari tangan ibuku. Lalu kusiram air dari atas kepala Ibu, agar beliau mandi sekalian berkeramas.

Setelah Ibu selesai berkeramas dan kubilas dengan air dari gayung plastik, barulah saya sendiri mandi sebersih mungkin, sekalian mandi junub. Setelah mandi, kami kenakan busana masing – masing. Dan berbareng – sama rebahan di atas ranjang Ibu.

Ibu mendekapku dengan kehangatan seorang ibu, sekaligus sebagai seorang wanita nan baru berbagi kenikmatan denganku.

Sementara terawanganku mulai melayang – layang lagi. Menerawang segala nan pernah kualami dan kemungkinan – kemungkinan nan bakal kualami.

Bersambung…

Itil Service
1 2 3 4 5 6 7
Share.

Ngocoks adalah situs dewasa nan berisi kumpulan cerita sex tergres nan di pembaruan setiap hari. Jangan lupa bookmark situs ini biar tidak ketinggalan cerita dewasa lainnya, -terima kasih.

Related Post

ARTICLE AD BOX
News Online Itil

Cerita Sex Keluarga Tunanetra – Namaku Wawan (disamarkan). Ketika kisah nyata ini mulai terjadi, umurku 20 tahun, tapi saya sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga saya bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan penghasilan nan lumayan.

Sejak mini saya menjadi tulang punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berupaya mencarinya ke mana – mana, tapi selalu kandas menemukannya.

Dengan sendirinya nan tinggal di rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya saya dan ibuku berdua. Di satu pihak saya kudu bersyukur, lantaran penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di pihak lain sejak mini saya kudu jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari duit sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.

Maka sejak tetap di SMP saya berupaya nyari duit dengan segala langkah nan halal. Waktu tetap di SMP, saya jadi tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA saya berupaya nyatut sana nyatut sini. Dan untungnya saya sering sukses mendapatkan hasil dari upaya nyatut itu.

Cerita Sex Keluarga TunanetraCerita Sex Keluarga Tunanetra

Ngocoks Setelah jadi mahasiswa pun saya sering upaya mini – kecilan. Cuma jadi calo, nan menghubungkan pihak penjual dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil upaya mini – kecilan itu saya bisa kuliah dengan membiayai sendiri.

Dalam kesibukan kuliahku sembari kudu mencari duit sendiri untuk biaya kuliahnya, saya tak punya waktu untuk memikirkan cewek. Mungkin di antara kawan – kawan kuliahku, hanya saya sendiri nan tidak punya cewek.

Karena di samping sibuk mencari duit dan kuliah, saya pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui keadaan ibuku nan tunanetra itu. Begitulah latar belakang kehidupanku nan berat memikulnya ini.

Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu belum tua. Ketika saya berumur 20 tahun, usia Ibu baru 38 tahun. Karena Ibu menikah di usia 16 tahun. Di usia 17 tahun Ibu melahirkan Kak Wati, satu satunya kakakku. Dan di usia 18 tahun melahirkan aku.

Ibu juga punya corak tubuh nan tinggi montok dan punya wajah nan cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata hitam, beliau tampak lebih elok lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat, sehingga tidak bisa punya suami lagi, lantaran setiap hari beliau hanya tinggal di rumah, tak pernah ke mana – mana. Pernah juga saya bertanya apakah Ibu punya niat untuk kawin lagi?

Memang saya sangat prihatin memandang keadaan ibuku itu. Ketika saya sedang nonton televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berfaedah bahwa saya kudu menerangkan apa nan sedang kutonton itu.

Terkadang Ibu suka menghidupkan televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sembari rebahan di sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel nan sedang menyiarkan FTV alias sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron nan “ditontonnya”, meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.

Pada suatu malam…

Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena lenyap kerja lembur.

Seperti biasa, untguk membuka pintu depan kugunakan kunci persediaan nan selalu kubekal setiap bepergian. Supaya saya tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan nan terkunci.

Setelah masuk ke dalam rumah, kukuncikan kembali pintu depan, lampau masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya saya mau langsung tidur. Tapi sayup – sayup kudengar bunyi rintihan ibuku. “Aaaaah… aaaaaah… aaaaaaaaa… aaaaaah… aaaaa… aaaaaaah…”

Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang sakit?

Maka setelah melepaskan sepatu, saya melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu bilik Ibu nan biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu rupanya pintu bilik ibuku terkunci. Sementara rintihan – rintihan ibuku tetap terdengar, apalagi semakin jelas. “Aaaaa… aaaaaaah… aaaaa …

Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau… nah, saya baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjingkat saya bisa memandang ke dalam bilik Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja saya memindahkan bangku makan ke dekat pintu bilik Ibu.

Dan… apa nan kulihat?

Ternyata Ibu sedang bugil bulat. Tangan kanannya sedang meremas – remas payudaranya, sementara tangan kirinya sedang mengelus – elus memeknya nan berjembut lebat itu.

Sebenarnya saya sudah sering memandang Ibu telanjang. Tapi biasanya saya suka memalingkan muka, lantaran merasa jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini saya memandangnya dengan mata nyaris tak berkedip.

Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk – masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sembari berdesah – desah panik seiring dengan aktivitas jari di dalam celah kewanitaannya.

“Aaaaaaa… aaaaahhhh… aaaaa… aaaaahhhhh… aaaaa… aaaaaahhhh… aaaaa… aaaaaah… aaaaaa… aaaaaahhhhhh…”

Dan… tak bersuara – tak bersuara tongkat kejantananku jadi tegang… tegang sekali…!

Dan saya tak kuat lagi menyaksikan kejadian selanjutnya. Lalu saya turun dari bangku dan memindahkannya ke tempat semula.

Itil V3

Kemudian saya merebahkan diri di atas ranjang, sembari membayangkan lagi apa nan barusan kusaksikan itu.

Kenapa penisku jadi ngaceng begini? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu nan bugil sembari bermasturbasi itu?

Entahlah.

Yang jelas dalam tidurku di hari nan sudah pagi itu, saya bermimpi tentang sesuatu nan tidak pernah kualami sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.

Mimpi gila memang. Tapi ketika saya terbangun, celanaku basah…!

Gara – gara mimpi gila itu spermaku meletus di kembali celana dalamku…!

Tapi kenapa saya kudu mengalami mimpi segila itu? Kenapa pula di dalam mimpi itu saya merasakan liang memek Ibu sedemikian enaknya sehingga saya sampai ngecrot dan celana dalamku basah?

Apakah di dalam realita memang seperti itu? Bahwa memek ibuku itu lezat sekali sehingga membikin penisku ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku?

Entahlah. nan jelas setelah bangun, saya langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan shampoo.

Hari itu saya memang libur. Biasa, jika sudah kerja lembur, saya dikasih libur keesokan harinya.

Setelah menyisir rambut, saya pergi ke warung nasi nan tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus. Untukku dan untuk Ibu.

Lalu kuajak Ibu makan bersama.

Pada waktu makan itulah saya mulai mengorek pengakuan Ibu.

“Bu… saya mau bertanya, tapi kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya.”
“Mau nanya apa Wan?”
“Ibu tetap memerlukan sentuhan laki-laki kan?”

Ibu terdiam sesaat. Lalu menjawab pertanyaanku, “Ibu kan belum tua – tua banget Wan. Tentu saja ibu tetap memerlukan sentuhan lelaki. Tapi ibu nggak mau kawin lagi, lantaran takut tidak sayang sama Anda dan Wati.”

Aku nan sudah selesai makan, lampau berdiri dan melangkah ke belakang bangku nan sedang diduduki oleh ibuku. Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak mengenakan beha, sehingga saya bisa langsung menggenggam kedua tetek montoknya dengan sepasang tanganku nan sudah berada di kembali dasternya.

Ibu tersentak, “Haaa?! Kamu kan anak ibu Wan…!”

“Iya… tapi daripada Ibu terus – terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol nan original Bu… lagian di rumah ini kan hanya ada kita berdua,” sahutku sembari mengelus kedua puting tetek ibuku dengan kedua tanganku nan sudah berada di kembali dasternya.

Ibu terdiam sejenak. Lalu memegang kedua pergelangan tanganku sembari bertanya, “Memangnya Anda bisa nafsu sama ibu?”

“Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi saya memandang Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau usik Ibu nan kelihatannya sedang enak-enak gitu. Makanya saya langsung tidur aja. Eee… saya malah bermimpi menyetubuhi Ibu. Sampai basah celanaku Bu.”

“Masa?! Berarti Anda nafsu memandang ibu sedang bugil sembari masturbasi tadi?”

“Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya. Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap memandang Ibu telanjang, saya suka memalingkan muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh… malah sampai terbawa – bawa mimpi Bu.”

“Terus maumu sekarang bagaimana?”

“Pokoknya saya siap untuk menyetubuhi Ibu, agar Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama – lama bisa gila lho Bu,” sahutku dengan “dalil” mengada – ada. Padahal saya belum pernah mendengar alias pun membaca jika keseringan masturbasi itu bisa gila.

Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh oleh ucapanku. “Kalau ibu kelak mengandung gimana?”

“Gak apa – apa. Hamil ya mengandung aja. Aku bisa kok ngurus anaknya jika sudah lahir kelak.”

“Tapi apa kata tetangga nanti? Ibu kan gak punyha suami, lampau mengandung dan melahirkan… lampau anaknya menangis… suaranya terdengar ke mana – mana… jangan Wan ah… jangan sampai ibu hamil. Beli kondom aja dulu gih… alias beli pil anti hamil. Mungkin di toko obat alias toko obat juga ada.”

“Iya Bu. Sekarang juga saya mau nyari sampai dapet,” sahutku sembari bergegas menuju penyimpanan di sebelah. Di situlah kuletakkan motorku nan jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus antar jemput karyawan.

Beberapa saat kemudian motor bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku nan letaknya agak jauh dari rumahku.

Kebetulan pil anti mengandung itu tidak susah mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan nilai nan lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian saya pulang lagi ke rumah.

Begitu tiba di rumah, saya langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ. O, rupanya sedang di bilik mandi, lantaran saya mendengar bunyi air dituangkan ke lantai.

Maka kubuka pintu bilik mandi nan tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut jika jatuh di dalam bilik mandi).

Ternyata Ibu sedang bugil bulat di dalam bilik mandi.

“Habis makan kok mandi Bu? Bagusnya jika mau mandi sebelum makan tadi,” kataku sembari masuk ke dalam bilik mandi.

“Siapa nan mandi?” tanya Ibu sembari memutarf badannya jadi menghadap padaku, “ibu abis nyukur jembut ibu Wan… tuh lihat… memek ibu jadi bersih sekarang kan?”

“Hihihihiii… iyaaa… tadi subuh tetap gondrong. Sekarang udah dibotakin. Pake apa nyukurnya Bu?”

“Pake silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu ketek.”

“Duuuh… jika bersih gini pasti lezat jilatinnya Bu,” kataku sembari mengusap – usap kemaluan ibuku nan putih bersih dan lumayan tembem itu.

“Memangnya Anda mau jilatin memek ibu?” tanyanya.

“Mau jika sudah bersih gitu sih,” sahutku sembari membeberkan handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.

Setelah tubuh Ibu terbalut handuk, saya langsung membopongnya keluar dari bilik mandi.

“Daster ibu ketinggalan di bilik mandi Wan,” kata Ibu waktu baru keluar dari pintu bilik mandi.

“Biar aja Bu. Kan sekarang Ibu kudu bugil bersamaku nan bakal bugil juga.”

“Iya ya. Mmm… tadi dapet apa? Kondom apa pil anti hamil? “tanya Ibu.

“Pil anti mengandung Bu. Kalau pake kondom sih takut kurang enak.”

“Memang kurang lezat pake kondom sih. nan lezat kan kulit ketemu kulit… hihihihi… Wawan… Wawan… gak nyangka Anda bakal punya niat begituan sama ibu ya?” ucap Ibu setelah kurebahkan di atas ranjangnya.

Pada saat itu pula saya melepaskan segala nan melekat di tubuhku. Dan setelah telanjang, saya naik ke atas ranjang sembari melepaskan belitan handuk dari tubuh ibuku.

Ibu malah meraba – raba dadaku, lampau perutku.

“Nyari apa Bu?” tanyaku.

Tiba – tiba Ibu menangkap penisku nan sudah ngaceng berat ini. “Ini nan ibu cari. Udah segede apa kontolmu ini Wan? Adududuuuuh… gede banget kontolmu Wan… jauh lebih gede daripada kontol ayahmu… !”

“Masa sih Bu?”

“Iya. Kontol bapakmu biasa – biasa aja. Gak sepanjang dan segede kontolmu ini. Nurun dari siapa ya?”

“Hihihiii… gak tgaulah Bu. Harusnya Ibu lebih tau nurun dari siapa ayooo…?”

“Mmm… mungkin nurun dari kakek ibu. Almarhum kakek ibu kan orang Arab,” sahut Ibu sembari menelentang dan merenggangkan kedua belah pahanya, “Ayo Wan… masukin aja langsung kontolmu. Ibu pengen ngerasain enaknya dimasukin kontol gede begitu. Jangan pake jilat – jilatan dulu segala. Nanti malah terasa lenggang lantaran beceknya.

Memang saya sendiri pun mau secepatnya memasukkan penis ngacengku ke dalam kemaluan Ibu. Karena takut jika Ibu keburu berubah pikiran. Maka setelah mendengar permintaan dari Ibu, saya pun sigap meletakkan kepala penisku di mulut memek Ibu nan tampak sudah menganga dan kemerahan itu.

Ibu pun membantuku. Memegangi leher penisku, lampau mencolek – colekkan moncongnya ke mulut memeknya. Sampai akhirnya Ibu berkata, “Iya… sekarang doronglah Wan…”

Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga.

“Iyaaaa… sudah masuk sedikit Wan… mari sorong lagi nan lebih kuat…”

Kudorong lagi batang kemaluanku sesuai dengan permintaan Ibu. Dan… tongkat kejantananku melesak masuk sedikit demi sedikit… membikin mulut Ibu ternganga.

“Ma… maasuuuk Waaaaan… duuuuh… kontolmu memang gede banget Waaaan… terasa sekali… sangat terasa enaknya Waaaaan… “rintih Ibu sembari menarik leherku ke dalam pelukannya. Dan merapatkan pipi hangatnya ke pipiku.

Bayangan wajah Bu Laila pun terlintas di dalam benakku. Namun ketika saya mulai mengayun batang kemaluanku, gambaran wajah wanita elok itu pun menjauh dan akhirnya lenyap dari terawanganku. Kini saya hanya merasakan sungguh legitnya liang tempik Ibu ini, meski lama kelamaan terasa mulai seperti mendorong penisku ke luar, lampau menyedotnya kembali …

“Ibu… memek Ibu lezat sekali Bu… uuuughhh… uuuuughhhhh…” bisikku terengah ketika penisku mulai memompa liang keewanitaan ibuku.

“Kontolmu juga… luar biasa enaknya Waaan… ooo… ooooooohhhhh… lezat sekali Waaaan…” sahut Ibu perlahan dan nyaris tak terdengar… dengan pinggul mulai bergoyang – goyang seperti layang – layang tertiup angin kencang. Membuatku semakin bergairah mengentotnya.

Entah setan alias hantu mana nan membantuku waktu batang kemaluanku makin gencar mengentot liang memek Ibu nan sudah bertahun – tahun tak merasakan genjotan zakar laki-laki ini. nan jelas saya semakin mengagumi keelokan corak tubuh putih mulus ibuku, mengagumi kecantikan wajahnya nan sepintas lampau tak terlihat bahwa ibuku ini seorang tunanetra.

Ya, ibuku nyaris sempurna sebagai wanita nan awet muda. Seolah hanya 1 – 2 tahun lebih tua dariku. Hanya sepasang matanya nan tidak sempurna, nan lainnya betul – betul penuh dengan daya pesona. Tubuh nan tinggi montok, dengan pinggul gede dan tetek nan montok, dengan pinggang nan ramping dan kulit nan putih mulus.

Maka semakin lupalah saya jika nan tengah kusetubuhi ini ibu kandungku sendiri. Aku hanya merasakan setiap lekuk tubuh Ibu nan tersentuh olehku ini penuh dengan keelokan dan kenikmatan. Bahkan ketika saya menicum bibirnya dengan penuh antusiasme birahi, Ibu pun menyambutnya dengan lumatan hangat, dengan nafas nan terengah – engah…

Terkadang leher jenjangnya kujilati disertai dengan sedotan – sedotan kuat, sehingga mulut Ibu ternganga – nganga, dengan dekapannya di pinggangku nan semakin erat. Seolah takut jika kutinggalkan dari surga bumi nan sedang kami nikmati berbareng ini.

Maka emosi nikmat nan sedang kurasakan ini berbaur dengan emosi haru. Dan membuatku smekin percaya bahwa Ibu tetap berkuasa menikmati semuanya ini. Bahkan pada suatu saat saya membisiki telinganya, “Aku makin sayang kepada Ibu…”

Spontan Ibu menyahut, “Iii… ibu juga… makin sayang kepadamu Wan… ta… tapi… ibu su… sudah mau lepas Wan… mari percepat entotannya… entooooot nan cepeeeet… iyaaaaaa… iyaaaaa… Waaaaaan… Waaaaan… Wawaaaaaaan…”

Ibu berkelojotan. Gedebak gedebuk sembari memeluk leherku erat – erat, membuatku susah bernafas. Namun kuikuti permintaannya. Entotanku dipercepat… makin lama makin cepat… sampai akhirnya terdengar bunyi erangan ibuku tercinta, “Aaaaaaa… aaaahhhh… ibu lepas Waaaannn…”

Lalu Ibu terkulai lunglai. Dengan keringat nan membasahi wajah dan lehernya, bercampur baur dengan keringatku.

Lalu Ibu membelai rambutku dengan lembut sembari berbicara perlahan, “Terima kasih Wan… sejak ditinggal oleh ayahmu, baru sekali inilah ibu merasakan nikmatnya disetubuhi… ibu sayang sekali padamu Wan… Anda memang anak nan sangat mengerti pada kebutuhan jiwa ibu…”

Aku terdiam sembari menikmati indahnya kedutan – kedutan liang memek Ibu nan baru saja mencapai orgasmenya.

Namun saya belum ejakulasi. Aku berupaya mengatur pernafasanku agar bisa berlama – lama mengentot liang memek Ibu.

Maka setelah Ibu tampak pulih lagi dari kelunglaiannya, saya pun melanjutkannya kembali. Mengayun penisku lagi, nan bergerak – mobilitas maju mundur di dalam liang memek ibuku nan sudah becek ini.

Aku merasa kenikmatanku tidak terganggu oleh kebecekan liang kewanitaan ibuku. Bahkan saya semakin pede, bahwa saya sudah sukses membikin Ibu puas. Lalu saya mau mengejar kepuasan untuk diriku sendiri. Dengan mempergencar entotanku.

Ranjang Ibu pun berderit – derit lagi secara berirama. Sesuai dengan aktivitas kontolku nan sedang memompa liang memek ibuku.

Ibu pun mulai menanggapi aksiku dengan goyangan pinggulnya nan mulai memutar – mutar, meliuk – liuk dan menukik lampau menghempas di atas kasur. Dengan sendirinya kelentit Ibu pun njadi sering bersenggolan dengan batang kemaluanku. Maka erangan – erangan Ibu pun terdengar lagi perlahan tapi jelas di telingaku.

“Waaaan… ooooo… oooooh… Waaaan… ini udah lezat lagi Waaaan… entot terus Waaaan… entoooottttttt… entoooootttttt Waaaaaaan… lezat sekali Waaaaan… entot teruuuussss… entoooottttttttt… entooooootttttt… ooooo… ooooooh… enaaaaak Waaaan… enaaaaaakkkhh… entoooooootttttttt …

Cukup lama saya mengentot ibuku. Sehingga keringatku sudah semakin bercucuran. Sampai pada suatu saatg Ibu berbicara terengah, “Ibu udah mau lepas lagi Waaan… mari barengin biar nikmat Waaaan…”

Memang saya pun sudah berada di detik – detik krusial. Maka setelah mendengar permintaan Ibu itu, saya tak mau menahan – nahan lagi. Kupercepat entotanku… maju mundur maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya.

Lalu… ketika sekujur tubuh Ibu sedang terkejang – kejang, ketika liang memeknya terasa sedang menggeliat dan berkejut – kejut, batang kemaluanku pun sedang mengejut – ngejut sembari memuntahkan auir mani… croooooottttt… crooooooottttt… crotttt… croooottttt… crooootttttttt… croooottttt…

Kami sama – sama menggelepar, lampau sama – sama terkulai dan terdampar di pantai kepuasan. Dengan tubuh bermandikan keringat.

O, sungguh bagus dan nikmatnya semua nan telah kualami ini.

BDan sekarang Ibu sudah memberikan sesuatu nan paling berbobot di badannya, untuk kumiliki dan kunikmati.

Karena itu saya kudu memperlakukannya lebih dari biasanya. Ketika Ibu mau bersih – bersih di bilik mandi, saya membopong tubuh telanjangnya ke bilik mandi. Lalu kami mandi bersama. Untuk membuang keringat dari tubuh kami.

Lalu saya menyabuni sekujur tubuh ibu, dari leher sampai ke telapak kakinya.

Namun ketika saya sedang menyabuni kemaluannya nan sudah dua kali orgasme itu, tak bersuara – tak bersuara penisku ngaceng lagi. Maka kuangkat tubuh Ibu ke bibir bak bilik mandi. Dan kududukkan Ibu di pinggir bak nan bibirnya cukup lebar, nan biasanya digunakan untuk meletakkan peralatan mandi. “Mau ngapain mendudukkan ibu di sini Wan?

“Iya Bu. Aku nafsu lagi nih. Gak apa – apa ya,” sahutku sembari berdiri menghadap ke arah ibuku, dengan moncong penis diletakkan di mulut memek Ibu nan tetap berlepotan air dan busa sabun.

“Iya gak apa – apa Sayang,” sahut Ibu sembari memegang sepasang bahuku.

Dan dengan mudahnya saya bisa memasukkan penisku nan sudah ngaceng lagi ini ke dalam liang memek Ibu… blessssssssskkkkkkk…

Dan sembari berdiri, mulailah penisku “memompa” liang kemaluan ibuku.

“Oooooohhhhh… kontolmu memang lezat sekali Wan… kelak istrimu pasti bakal mau dientot terus sama kontol gede dan panjangmu ini… ooooohhhhh… lezat sekali Waaaan… “erang Ibu sembari memeluk leherku agar tidak terjatuh ke lantai, sekaligus mau menciumi pipi dan bibirku.

“Me… memek ibu lezat nggak Wan?” tanya Ibu ketika ayunan penisku tetap melangkah lambat.

“Enak sekali Bu…” sahutku sembari mendekap pinggang ibu, sementara penisku mulai kugenjot secara berirama.

“Sayangnya kita gak boleh kawin ya Wan. Kalau boleh sih, ibu mau juga dihamili olehmu.”

“Kalau hidupku sudah mapan, tiada salahnya ibu mengandung anakku.”

“Kenapa kudu sudah mapan?”

“Kalau sudah mapan, saya bisa menyembunyikan Ibu di suatu tempat nan jauh dari mulut usil.”

“Iya… makanya cepatlah sukses ya Sayang. Biar ibu bisa hamil, bisa mengandung benihmu. Oooo… ooooohhhh… ini… makin lama makin lezat Waaaan… tapi jangan terlalu lama kayak tadi yaaaa… jika ibu sudah mau lepas, Anda juga kudu ngecrot… biar bareng lagi lepasinnya seperti tadi… nikmat sekali…

“Iya Bu… lagian ngentot di dalam bilik mandi gini gak boleh lama – lama ya. Takut diganggu hantu air…”

“Ah… kata ayahmu sih kata hantu itu hanya plesetan dari kata Tuhan… jadinya Tuhantuhantuhantuuuu… bener kan?”

“Iyaaaa… dududuuuuuhhhh… memek Ibu makin lama makin lezat Buuuu…”

“Kontolmu juga makin lama makin enaaaaaak… mari cepetin entotannya Waaaan… biar sigap selesai…”

“Iya Bu,” sahutku sembari mempercepat entotanku seperti nan Ibu inginkan.

Bokong Ibu makin lama makin maju. Tapi saya tidak takut beliau jatuh, lantaran selalu berpegangan ke bahuku alias memeluk leherku erat – erat.

Dan akhirnya Ibu berbicara terengah, “Ayo Wan… barfengin lagi… ibu udah mau lepas nih Waaaaan… entooooot teruuuusssss… lepasin bareng lagiiiii…”

Aku memang sudah mau ngecrot secepatnya di bilik mandi ini. Maka setelah mendengar permintaan Ibu, kupergencar entotanku, tanpa mempedulikan apa – apa lagi.

Dan… oooo… saya berhasil…!

Ketika liang memek Ibu mengedut – ngedut kencang, saya pun tengah “menanamkan” penisku di dalam liang surgawi nan sedang berkejuit – kejut menggiurkan itu… disusul dengan kejutan – kejutan di penisku sendiri… penis nan moncongnya tengah memuntahkan lahar lendir ini. Crooootttttt… crotcrottttt…

Ibu tetap memeluk leherku, tapi kedua lengannya sudah terasa lemas. Maka setelah mencabut batang kemaluanku dari liang memek Ibu, kuturunkan ibuku dengan hati – hati.

“Duuuuhhhh… ini untuk pertama kalinya ibu disetubuhi di dalam bilik mandi Wan,” kata Ibu sembari meraba – raba bibir bak, sampai menemukan gayung plastik. Lalu diambilnya air dengan gayung plastik itu untuk menyirami memeknya.

Aku pun mengambil gayung plastik itu dari tangan ibuku. Lalu kusiram air dari atas kepala Ibu, agar beliau mandi sekalian berkeramas.

Setelah Ibu selesai berkeramas dan kubilas dengan air dari gayung plastik, barulah saya sendiri mandi sebersih mungkin, sekalian mandi junub. Setelah mandi, kami kenakan busana masing – masing. Dan berbareng – sama rebahan di atas ranjang Ibu.

Ibu mendekapku dengan kehangatan seorang ibu, sekaligus sebagai seorang wanita nan baru berbagi kenikmatan denganku.

Sementara terawanganku mulai melayang – layang lagi. Menerawang segala nan pernah kualami dan kemungkinan – kemungkinan nan bakal kualami.

Bersambung…

Itil Service
1 2 3 4 5 6 7
Share.
ceritasex

Ngocoks adalah situs dewasa nan berisi kumpulan cerita sex tergres nan di pembaruan setiap hari. Jangan lupa bookmark situs ini biar tidak ketinggalan cerita dewasa lainnya, -terima kasih.

Related Post

Drakor21 LayarKaca21