Jahanam Tapi Indah

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
News Online Itil

Selamat siang sobat Ngocoks. Perlu diingat untuk para pembaca Ngocokers nan setia bahwasanya tulisan ini hanyalah fiktif belaka murni hasil dari pengembangan fantasy semata tanpa ada kemauan untuk melecehkan dan alias merendahkan suku, ras, dan agama, diharapkan kebijakan dan kedewasaan pembaca, segala sesuatu nan terjadi kemudian diluar tanggung jawab penulis.

Saya minta para pembaca Ngocokers untuk bijak dalam cerita dewasa ini. Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian ataupun cerita, maka itu semua hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulisnya.

Cerita Sex Jahanam Tapi Indah – Aku tidak menyangka jika semuanya ini bakal terjadi. Aku memang sering mengkhayalkannya. Tapi tidak pernah merencanakannya. Dan begitulah, kehidupanku jadi banyak liku – likunya. Liku – liku nan bagus mau pun nan jahanam. Tapi saya kudu mengakuinya, bahwa semua itu jahanam tapi indah… bagus sekali.

Perkenalkan dulu namaku Chepi (nama – nama pelaku dan TKP sudah disamarkan semua). Aku hanya mendengar ceritanya saja, bahwa Papa menikah dengan Mama pada saat Mama berumur 19 tahun dan Papa sudah berumur 41 tahun. Lalu Mama mengandung dan melahirkanku ketika usia Mama sudah 20 tahun.

Cerita Sex Jahanam Tapi IndahCerita Sex Jahanam Tapi Indah

Ngocoks Kemudian pada saat saya baru berumur 9 tahun, Papa berpisah dengan Mama. Pada saat itu saya tetap kecil, baru kelas 3 SD. Sehingga saya tidak punya inisiatif untuk bertanya kenapa mereka kudu bercerai. Aku hanya menurut saja. Bahwa saya kudu ikut pada Papa, meski pun Mama berupaya untuk membawaku ke rumah orang tuanya.

Dan nan sangat menyedihkan (tapi saya tak berani melawan), saya dilarang mengunjungi rumah Mama di kampung nan lumayan jauh dari kotaku. Aku menurut saja, meski hatiku berontak, lantaran merasa tetap memerlukan pelukan kasih sayang Mama.

Setelah saya besar, barulah saya tahu bahwa Mama minta diceraikan, lantaran Papa menikah lagi dengan seorang gadis nan usianya hanya 10 tahun lebih tua dariku. Gadis nan dinikahi oleh Papa itu adalah anak buah Papa sendiri di kantor.

Hanya beberapa hari setelah Mama pulang ke rumah orang tua di kampungnya, seorang wanita nan tetap sangat muda dibawa ke rumah Papa. Wanita nan baru berumur 19 tahun itu Papa perkenalkan padaku sebagai ibu tiriku. Dan sejak saat itu saya kudu memanggilnya Mamie. Aku nan merasa sangat disayangi oleh Papa, tidak pernah complain dengan realita ini.

Memang saya sering mendengar tentang kejamnya ibu tiri. Tapi rupanya saya mendapatkan ibu tiri nan sangat lembut dan baik sekali padaku. Karena itu saya tak punya argumen untuk tidak menghormati ibu tiri nan sudah dibiasakan kupanggil Mamie itu, sebagai pengganti Mama kandungku.

Aku pun lampau tahu bahwa saya ini anak bungsu Papa. Karena sebelum menikah dengan Mama, Papa sudah menikah dua kali. Dari perkawinan sebelumnya itu Papa mendapatkan dua orang anak perempuan. Tapi kedua – duanya sudah pada punya suami. Aku hanya pernah berjumpa dua kali dengan kedua kakak seayah berbeda ibu itu, pada saat saya baru duduk di TK dan ketika Papa sudah membawa Mamie ke dalam rumah ini.

Kakak seayahku nan pertama berjulukan Susie. Sedangkan kakak seayah nan kedua berjulukan Nindie. Karena saya orang Jabar, saya memanggil mereka Teh Susie dan Teh Nindie.

Aku tetap ingat benar, pada kehadiran nan kedua itu, kakak – kakak seayahku menasehatiku agar jangan nakal, lantaran saya tidak tinggal berbareng ibu kandung lagi. Mudah – mudahan aja Mamie menyayangimu, kata Teh Susie saat itu.

Dalam kenyataannya Mamie memang sangat baik padaku. Memarahiku pun tidak pernah. Bahkan saya merasa dimanjakan olehnya, baik dalam membelikan busana mau pun membelikan coklat alias permen buatku. Ketika Mamie tahu saya ini senang baca komik, dia pun membelikanku beberapa buah kitab komik nan sangat kusukai.

“Iya Mam,” sahutku saat itu.

Tadinya kupikir kebaikan Mamie hanya bermuka – muka, agar Papa makin sayang padanya. Tapi rupanya tidak seperti itu. Setiap kali Papa bekerja ke luar kota dan terkadang menginap sampai 3 – 4 malam di luar kota, Mamie malah semakin baik padaku. Bahkan boleh dibilang Mamie itu sangat memanjakanku pada saat Papa di luar kota.

“Tetap baik Pap,” sahutku.

“Makanya Anda kudu bisa menyesuaikan diri padanya ya Chep. Jangan bandel dan turuti apa pun nan Mamie minta dan suruh.”

“Iya Pap.”

Mamie memang sangat baik padaku. Jadi, tidak ada perihal nan kudu kulaporkan kepada Papa.

Yang paling menyenangkan, setiap saya berulang tahun, Mamie selalu memberikan bingkisan ulang tahun nan bagus – bagus. Bahkan pada saat saya berulang tahun nan ketujuhbelas, Mamie menghadiahkan sebuah motor bebek baru. Dengan pesan sigap bikin SIM A dan C, jangan dipakai ngebut – ngebutan, lantaran Mamie tidak mau melihatku mengalami kecelakaan.

“Iya Mam,” sahutku, “Aku kan gak suka kebut – kebutan. Ohya… SIM A untuk apa Mam?”

“Kalau Anda sedang nyantai bisa kan nyetirin mobil mamie?”

“Owh… siap Mam. Aku kan udah bisa nyetirin mobil Papa. Tapi belum punya SIM, lantaran belum tujuhbelas tahun.”

“Iya, makanya kelak sekalian bikin SIM A. untuk biayanya sih kelak mamie transfer ke rekening tabunganmu.”

“Siap Mam.”

Itil V3

Sebelum menikah dengan Papa, Mamie kudu resign dari perusahaan. Karena di dalam perusahaan itu tidak boleh ada dua orang alias lebih nan ada pertalian darah. Tidak boleh pula ada suami – istri nan sama – sama bekerja di perusahaan itu.

Itulah sebabnya kudu ada nan resign salah seorang, Papa alias Mamie. Maka Mamielah nan resign, lantaran kedudukannya lebih rendah daripada Papa. Gajinya juga jauh lebih mini daripada penghasilan dan penghasilan sampingan Papa.

Tapi Mamie sangat giat berbisnis. Setelah resign dari perusahaan dan menikah dengan Papa, Mamie mencari duit sendiri di rumah. Sehingga banyak ibu – ibu berdatangan ke rumah sebagai rekan upaya Mamie. Aku tidak tahu persis apa saja nan diolah oleh Mamie untuk bisnisnya. Kelihatannya Mamie menjual kebutuhan wanita semua.

Dan tampaknya Mamie sukses dalam bisnisnya. Sehingga ruang tamu dijadikan kantornya. Ada dua orang wanita nan bekerja di ruang tamu nan sudah dijadikan instansi itu.

Sukses Mamie memang mengagumkan. Sehingga dalam tempo singkat Mamie bisa membeli sebuah sedan nan harganya lebih mahal daripada mobil SUV Papa.

Ya… saya kagum pada gesit dan lincahnya Mamie dalam berbisnis.

Tapi… ada kekaguman lain nan kurahasiakan di dalam hati. Kagum pada kecantikan Mamie nan luar biasa pengaruhnya ke dalam batinku ini.

Yang membuatku heran adalah, sudah sekian lamanya Mamie jadi istri Papa, tapi tidak mengandung – mengandung juga. Apakah Mamie wanita mandul alias bagaimana? Entahlah. Aku tak berani menanyakannya.

Yang jelas, setiap kali saya berdekatan dengan Mamie, perspektif mataku selalu “rajin” mencuri – curi pandang pada keelokannya. Bahwa Mamie berperawakan tinggi langsing, namun sepertinya padat berisi dan tidak kurus.

Kulitnya putih kekuningan. Sepasang matanya bundar bening. Hidungnya mancung meruncing. Bibirnya tipis merekah. Dan nan paling kukagumi adalah giginya itu. Putih dan rapi sekali, seolah sudah diatur semuanya. Maka jika Mamie sedang tertawa, saya suka terlongong memperhatikan dua baris gigi nan rapi dan “tertib” itu.

Namun kekagumanku tentang daya pesona Mamie itu tetap kurahasiakan di dalam hati. Karena saya pun sadar bahwa Mamie itu milik Papa nan paling berharga.

Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan berputar terus dengan cepatnya. Tanpa terasa kelak tengah malam jam nol-nol, umurku bakal menjadi 18 tahun.

Aku malah terkenang Papa nan sedang di luar kota. Kalau usiaku 18 tahun, usia Papa pun bakal genap 60 tahun, lantaran Pazpa menikah dengan Mama waktu berumur 41 tahuyn dan katika saya lahir usianya sudah menjadi 42 tahun. Sedangkan Mama waktu melahikan saya usianya baru 20 tahun. Berarti sekarang usia Mama sudah 38 tahun.

Yang membuatku antusias di usia 18 tahun ini, lantaran Papa sudah berjanji bahwa jika usiaku sudah 18 tahun, saya boleh menemui Mama di kampungnya nan tetap kuingat jalannya. Bahkan corak rumahnya pun tetap kuingat (kalau belum dirombak). Pokoknya rumah Mama itu hanya terhalang 1 rumah di samping Puskesmas.

Memang jam 00.00 kelak usiaku genap 18 tahun. Tapi kegiatanku di kampus tadi sangat meletihkan. Sehingga saya hanya kuat melek sampai jam 22.00, kemudian mengganti pakaianku dengan kaus oblong dan celana pendek serba putih, lampau terlelap tidur setelah mematikan lampu utama, tinggal lampu LED biru nan hanya 2 watt kubiarkan tetap menyala seperti biasanya.

Namun rasanya baru sejenak saya tidur (sebenarnya sudah 2 jam saya tidur), tiba – tiba saya merasa bahuku digoyang – goyang disertai bunyi wanita memanggil – manggil namaku, “Chep… Chepi… Chep… bangun dulu sebentar…”

Dengan malas – malasan saya membuka mataku. Dan alangkah kagetnya ketika di dalam keremangan sinar lampu biru 2 watt, kulihat wajah… Mamie!

“Oooh… Ma… Mamie…!” ucapku tergagap, “Ada apa Mam?”

Aku spontan terduduk. Spontan juga Mamie mengecup sepasang pipiku disusul dengan ucapan, “Selamat ulang tahun nan ke delapan belas ya Chepi Sayang. Semoga panjang umur dan sukses di masa depan.”

Aku terperangah. Karena wangi minyak wangi nan Mamie kenakan, tersiar ke penciumanku. Membuat suasana jadi berbeda dengan biasanya. “Terima kasih Mam. Aku malah lupa jika hari ini ulang tahunku,” ucapku berbohong. Padahal dari tadi sore saya sudah mengingat – ingat hari nan sangat krusial bagiku ini. Lalu saya turun dari bed untuk menyalakan lampu utama.

Keadaan di dalam kamarku pun menjadi terang. Mamie pun berdiri dan mengusap – usap rambutku sembari bertanya, “Kamu mau bingkisan apa di ulang tahunmu kali ini? Mau tukar motor bebekmu dengan moge?”

“Nggak Mam, “aku menggeleng, “Kalau punya moge, kelak malah jadi seneng main jauh – jauh. Motor nan ada sudah sangat menolong buat kuliah Mam.”

“Terus mau apa dong? Ngomong aja terus terang. Apakah Anda mau dibeliin arloji nan seharga dengan moge?”

“Nggak Mam. Di era sekarang anak muda sudah gak suka arloji lagi. Karena untuk memandang jam kan tinggal lihat di hape aja.”

“Terus… mau hape nan harganya sama dengan moge?”
“Gak juga. Hape mahal – mahal sekalinya lenyap pasti nyeselnya berbulan – bulan.”
“Terus mau apa dong? Masa gak punya request sama sekali?”
“Mmm… ada sih nan saya inginkan. Tapi bukan dalam corak barang.”
“Mau apa? Mau tour ke Bali alias ke Singapura alias ke Australia atau…”
“Aku pengen ngerasain tidur sama Mamie, “potongku.
“Haaa? Kok pengen tidur sama mamie? Kenapa?”

Aku berpikir sesaat, untuk mencari alasan. Lalu berkata, “Waktu Mama belum pisah sama Papa, saya sering tidur dalam pelukannya. Terasa nyaman sekali. Tapi setelah Mama meninggalkan rumah ini, saya selalu tidur sendirian. Tidak pernah lagi me…”

Mamie memotong ucapanku, “Ya sudah sudah… mamie mau bobo sama Anda sekarang. Mumpung Papa tetap lama di luar kota. Mau tidur di mana? Di bilik mamie alias di sini aja?”

“Di sini aja. Hehehe… beneran Mamie mau tidur di sini?“tanyaku sembari memegang kedua tangan Mamie.

“Iya. Tapi mamie mau tukar baju dulu ya. Ini kan busana nan sengaja mamie pakai untuk mengucapkan selamat ulang tahun padamu. Apa Anda gak mau makan di luar untuk merayakan ulang tahunmu?”

“Besok lagi aja Mam. Sekarang udah tengah malam gini, mendingan juga bobo.”
“Oke,“ Mamie mengangguk sembari tersenyum. “Mamie mau pakai kimono dulu ya.”
“Iya Mam.”

Kemudian Mamie meninggalkan kamarku. Aku pun mematikan lampu utama lagi dan menyalakan lampu tidur 2 watt itu. Lalu menunggu Mamie datang lagi dengan merebahkan diri di atas bed, dengan terawangan bermacam – macam dan berkacau balau di benakku.

Apa nan kudu kulakukan? Haruskah saya berterus terang bahwa saya sering digoda oleh mimpi – mimpi jahanam nan selalu membikin celanaku basah itu? Haruskah saya berterus terang bahwa sebenarnya saya sudah lama tergila – gila oleh Mamie?

Ah, entahlah. Aku kudu menunggu sampai tiba saat nan tepat untuk membuka isi hatiku selama ini. Tapi apakah Mamie takkan marah lampau bereubah sikap menjadi jutek padaku kelak?

Sesaat kemudian Mamie sudah masuk lagi ke dalam kamarku, dengan mengenakan kimono putihnya. Entah kenapa, saya jadi degdegan dibuatnya. Karena ini untuk pertama kalinya Mamie bakal tidur bersamaku.

“Kamu romantis juga ya. Lampu tidur juga berwarna biru,” kata Mamie sembari naik ke atas bedku. Lalu merebahkan diri di samping kiriku. “Ohya… selama ini mamie gak pernah lihat Anda pacaran Chep.”

“Aku memang belum pernah punya pacar Mam.”

“Kenapa? “tanya Mamie sembari menyelundupkan tangannya ke kembali kaus oblongku. Dan mengusap – usap dadaku dengan lembut. “Tapi Anda normal kan?”

“Maksud Mamie normal apanya?” tanyaku semakin degdegan. Karena baru sekali ini Mamie mengusap – usap dadaku seperti ini.

“Normal dalam perihal nan satu itu… mmm… Anda bukan penyuka sesama jenis kan?”
“Iiih… amit – amit. Aku normal Mam.”
“Lalu kenapa gak pernah pacaran? Belum nemu nan sesuai dengan kriteriamu?”
“Iya Mam. Belum nemu wanita nan persis seperti Mamie dalam segalanya,” sahutku nekad.

“Haaa?” Mamie spontan bangkit. Duduk sembari menatapku dengan sorot heran, “Kamu nyari wanita nan seperti Mamie? Memangnya gimana perasaanmu selama ini sama Mamie?” Ngocoks.com

Aku tetap celentang dan menyahut sembari memejamkan mataku, “Sejak mini sampai sekarang saya sayang sama Mamie. Aku juga kagum sama Mamie. Kagum sekali. Sampai sering terbawa – bawa ke dalam mimpi.”

“Ohya?! Kamu kagum sama mamie dalam perihal apanya?”

“Dalam segalanya Mam… tapi Mamie jangan marah ya. Aku hanya mau membuka isi hati nan sebenarnya.”

“Ya. Ngomong deh terus terang. Mamie paling suka orang nan jujur, nan selalu berterus terang dalam segala hal.”

“Sejak mini saya mengagumi kecantikan Mamie dan mobilitas – gerik Mamie yang… aaaah… begitulah Mam.”

“Lalu Anda sering mimpiin mamie?”
“Iya Mam.”
“Mimpinya seperti apa?”
“Jauh… jauh dari realita Mam.”
“Pernah mimpi dicium sama mamie?”
“Sering. Lebih jauh lagi juga sering.”
“Haaa… lebih jauh lagi itu seperti apa?”
“Malu mengatakannya Mam.”
“Jangan malu – malu dong. Jujur aja bilang, apa nan pernah Anda mimpikan tentang mamie?”
“Pokoknya… mmm… pagi harinya celanaku jadi basah Mam…”
“Hihihi… “Mamie mencubit pipiku, “Kamu mimpi begituan sama mamie?”
“Iii… iya Mam.”
“Kok bisa?!”

“Nggak tau kenapa Mam. nan jelas mimpi – mimpi itu tidak diundang. Berdatangan sendiri dalam tidurku.”

“Kamu tentu sadar mamie ini punya papamu nan begitu menyayangimu kan?”
“Sadar jika Mamie ini punya Papa. Aku salah ya Mam? Maaf jika saya salah.”

Mamie merebahkan diri lagi di sampingku. Harum minyak wangi Mamie tersiar lagi ke penciumnanku. Lalu Mamie melingkarkan lengannya di atas perutku sembari berbicara lembut, “Kamu tidak salah Sayang. Kan mimpi itu tidak bisa diminta. Suka datang sendiri tanpa diundang. Hanya saja… ah… entahlah. Kamu ini bikin mamie bingung Chep.

Aku terdiam. Suasana pun jadi hening. Hanya elahan nafas Mamie dan nafasku nan terdengar.

Lalu Mamie mendekap pinggangku sembari bertanya, “Terus mamie kudu gimana agar Anda senang?”

“Nggak tau Mam. Aku juga bingung,” sahutku dalam kebingungan. Tapi tak bersuara diam… ada nan menegang di kembali celana pendek putihku…!

“Kamu pengen merasakan ciuman bibir sama mamie?”
“Ma… mau Mam… ka… jika Ma… Mamie gak keberatan“sahutku gagap.

Sebagai tanggapan ucapan gagapku, Mami bergerak ke atas dadaku. Menghimpitku sembari mendekatkan wajahnya ke wajahku. Lalu… Mamie memagut bibirku ke dalam ciumannya nan wangi penyegar mulut. Membuatku tidak tahu lagi apa nan kudu kulakukan, selain mendekap pinggangnya erat – erat.

Tapi saya tahu betul bahwa penisku langsung ngaceng berat ketika sedang berpelukan dan berkecupan ini. Dan… Mamie juga tahu perihal ini, lantaran tangannya merayap ke kembali celana pendekku. Lalu tersentak kaget, “Punyamu luar biasa gedenya… Punya Papa juga kalah… tidak sepanjang dan segede ini …” ucapnya separuh berbisik.

Aku terdiam sembari berambisi semoga Mamie iba padaku dan memberikan sesuatu nan kudambakan selama ini. Ngocoks.com

Tapi Mamie malah menghela nafas. Lalu menelentang di sampingku sembari mengusap – usap dahinya, seolah tengah memikirkan sesuatu.

“Kamu tau toko obat nan buka duapuluhempat jam kan?” tanyanya.
“Tau Mam. Ada dua toko obat nan buka duapuluhempat jam.”
“Beliin pil anti mengandung gih.”
“Iya Mam,” sahutku sembari duduk, “Sekarang?”
“Iya. Ambil aja duitnya di laci meja rias mamie. Beli satu strip aja,” ucap Mamie.

Seperti biasa, saya tak pernah bertanya dan membantah jika Mamie sudah menyuruhku.

Kemudian saya turun dan mengambil jaket kulitku nan tergantung di kapstok. Dan melangkah ke luar sembari mengenakan jaket kulit ini.

Sebenarnya saya heran juga kenapa Mamie menyuruhku membeli obat anti hamil. Apakah dengan berkecupan saja bisa menyebabkan kehamilan? Tapi bukankah Mamie itu mandul sehingga sampai sekian lamanya jadi istri Papa tidak bisa hamil- mengandung juga?

Lalu buat apa pil anti mengandung itu? Entahlah. nan jelas saya kudu mengikuti perintahnya.

Bersambung…

Itil Service
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Share.

Ngocoks adalah situs dewasa nan berisi kumpulan cerita sex tergres nan di pembaruan setiap hari. Jangan lupa bookmark situs ini biar tidak ketinggalan cerita dewasa lainnya, -terima kasih.

Related Post

ARTICLE AD BOX
News Online Itil

Selamat siang sobat Ngocoks. Perlu diingat untuk para pembaca Ngocokers nan setia bahwasanya tulisan ini hanyalah fiktif belaka murni hasil dari pengembangan fantasy semata tanpa ada kemauan untuk melecehkan dan alias merendahkan suku, ras, dan agama, diharapkan kebijakan dan kedewasaan pembaca, segala sesuatu nan terjadi kemudian diluar tanggung jawab penulis.

Saya minta para pembaca Ngocokers untuk bijak dalam cerita dewasa ini. Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian ataupun cerita, maka itu semua hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulisnya.

Cerita Sex Jahanam Tapi Indah – Aku tidak menyangka jika semuanya ini bakal terjadi. Aku memang sering mengkhayalkannya. Tapi tidak pernah merencanakannya. Dan begitulah, kehidupanku jadi banyak liku – likunya. Liku – liku nan bagus mau pun nan jahanam. Tapi saya kudu mengakuinya, bahwa semua itu jahanam tapi indah… bagus sekali.

Perkenalkan dulu namaku Chepi (nama – nama pelaku dan TKP sudah disamarkan semua). Aku hanya mendengar ceritanya saja, bahwa Papa menikah dengan Mama pada saat Mama berumur 19 tahun dan Papa sudah berumur 41 tahun. Lalu Mama mengandung dan melahirkanku ketika usia Mama sudah 20 tahun.

Cerita Sex Jahanam Tapi IndahCerita Sex Jahanam Tapi Indah

Ngocoks Kemudian pada saat saya baru berumur 9 tahun, Papa berpisah dengan Mama. Pada saat itu saya tetap kecil, baru kelas 3 SD. Sehingga saya tidak punya inisiatif untuk bertanya kenapa mereka kudu bercerai. Aku hanya menurut saja. Bahwa saya kudu ikut pada Papa, meski pun Mama berupaya untuk membawaku ke rumah orang tuanya.

Dan nan sangat menyedihkan (tapi saya tak berani melawan), saya dilarang mengunjungi rumah Mama di kampung nan lumayan jauh dari kotaku. Aku menurut saja, meski hatiku berontak, lantaran merasa tetap memerlukan pelukan kasih sayang Mama.

Setelah saya besar, barulah saya tahu bahwa Mama minta diceraikan, lantaran Papa menikah lagi dengan seorang gadis nan usianya hanya 10 tahun lebih tua dariku. Gadis nan dinikahi oleh Papa itu adalah anak buah Papa sendiri di kantor.

Hanya beberapa hari setelah Mama pulang ke rumah orang tua di kampungnya, seorang wanita nan tetap sangat muda dibawa ke rumah Papa. Wanita nan baru berumur 19 tahun itu Papa perkenalkan padaku sebagai ibu tiriku. Dan sejak saat itu saya kudu memanggilnya Mamie. Aku nan merasa sangat disayangi oleh Papa, tidak pernah complain dengan realita ini.

Memang saya sering mendengar tentang kejamnya ibu tiri. Tapi rupanya saya mendapatkan ibu tiri nan sangat lembut dan baik sekali padaku. Karena itu saya tak punya argumen untuk tidak menghormati ibu tiri nan sudah dibiasakan kupanggil Mamie itu, sebagai pengganti Mama kandungku.

Aku pun lampau tahu bahwa saya ini anak bungsu Papa. Karena sebelum menikah dengan Mama, Papa sudah menikah dua kali. Dari perkawinan sebelumnya itu Papa mendapatkan dua orang anak perempuan. Tapi kedua – duanya sudah pada punya suami. Aku hanya pernah berjumpa dua kali dengan kedua kakak seayah berbeda ibu itu, pada saat saya baru duduk di TK dan ketika Papa sudah membawa Mamie ke dalam rumah ini.

Kakak seayahku nan pertama berjulukan Susie. Sedangkan kakak seayah nan kedua berjulukan Nindie. Karena saya orang Jabar, saya memanggil mereka Teh Susie dan Teh Nindie.

Aku tetap ingat benar, pada kehadiran nan kedua itu, kakak – kakak seayahku menasehatiku agar jangan nakal, lantaran saya tidak tinggal berbareng ibu kandung lagi. Mudah – mudahan aja Mamie menyayangimu, kata Teh Susie saat itu.

Dalam kenyataannya Mamie memang sangat baik padaku. Memarahiku pun tidak pernah. Bahkan saya merasa dimanjakan olehnya, baik dalam membelikan busana mau pun membelikan coklat alias permen buatku. Ketika Mamie tahu saya ini senang baca komik, dia pun membelikanku beberapa buah kitab komik nan sangat kusukai.

“Iya Mam,” sahutku saat itu.

Tadinya kupikir kebaikan Mamie hanya bermuka – muka, agar Papa makin sayang padanya. Tapi rupanya tidak seperti itu. Setiap kali Papa bekerja ke luar kota dan terkadang menginap sampai 3 – 4 malam di luar kota, Mamie malah semakin baik padaku. Bahkan boleh dibilang Mamie itu sangat memanjakanku pada saat Papa di luar kota.

“Tetap baik Pap,” sahutku.

“Makanya Anda kudu bisa menyesuaikan diri padanya ya Chep. Jangan bandel dan turuti apa pun nan Mamie minta dan suruh.”

“Iya Pap.”

Mamie memang sangat baik padaku. Jadi, tidak ada perihal nan kudu kulaporkan kepada Papa.

Yang paling menyenangkan, setiap saya berulang tahun, Mamie selalu memberikan bingkisan ulang tahun nan bagus – bagus. Bahkan pada saat saya berulang tahun nan ketujuhbelas, Mamie menghadiahkan sebuah motor bebek baru. Dengan pesan sigap bikin SIM A dan C, jangan dipakai ngebut – ngebutan, lantaran Mamie tidak mau melihatku mengalami kecelakaan.

“Iya Mam,” sahutku, “Aku kan gak suka kebut – kebutan. Ohya… SIM A untuk apa Mam?”

“Kalau Anda sedang nyantai bisa kan nyetirin mobil mamie?”

“Owh… siap Mam. Aku kan udah bisa nyetirin mobil Papa. Tapi belum punya SIM, lantaran belum tujuhbelas tahun.”

“Iya, makanya kelak sekalian bikin SIM A. untuk biayanya sih kelak mamie transfer ke rekening tabunganmu.”

“Siap Mam.”

Itil V3

Sebelum menikah dengan Papa, Mamie kudu resign dari perusahaan. Karena di dalam perusahaan itu tidak boleh ada dua orang alias lebih nan ada pertalian darah. Tidak boleh pula ada suami – istri nan sama – sama bekerja di perusahaan itu.

Itulah sebabnya kudu ada nan resign salah seorang, Papa alias Mamie. Maka Mamielah nan resign, lantaran kedudukannya lebih rendah daripada Papa. Gajinya juga jauh lebih mini daripada penghasilan dan penghasilan sampingan Papa.

Tapi Mamie sangat giat berbisnis. Setelah resign dari perusahaan dan menikah dengan Papa, Mamie mencari duit sendiri di rumah. Sehingga banyak ibu – ibu berdatangan ke rumah sebagai rekan upaya Mamie. Aku tidak tahu persis apa saja nan diolah oleh Mamie untuk bisnisnya. Kelihatannya Mamie menjual kebutuhan wanita semua.

Dan tampaknya Mamie sukses dalam bisnisnya. Sehingga ruang tamu dijadikan kantornya. Ada dua orang wanita nan bekerja di ruang tamu nan sudah dijadikan instansi itu.

Sukses Mamie memang mengagumkan. Sehingga dalam tempo singkat Mamie bisa membeli sebuah sedan nan harganya lebih mahal daripada mobil SUV Papa.

Ya… saya kagum pada gesit dan lincahnya Mamie dalam berbisnis.

Tapi… ada kekaguman lain nan kurahasiakan di dalam hati. Kagum pada kecantikan Mamie nan luar biasa pengaruhnya ke dalam batinku ini.

Yang membuatku heran adalah, sudah sekian lamanya Mamie jadi istri Papa, tapi tidak mengandung – mengandung juga. Apakah Mamie wanita mandul alias bagaimana? Entahlah. Aku tak berani menanyakannya.

Yang jelas, setiap kali saya berdekatan dengan Mamie, perspektif mataku selalu “rajin” mencuri – curi pandang pada keelokannya. Bahwa Mamie berperawakan tinggi langsing, namun sepertinya padat berisi dan tidak kurus.

Kulitnya putih kekuningan. Sepasang matanya bundar bening. Hidungnya mancung meruncing. Bibirnya tipis merekah. Dan nan paling kukagumi adalah giginya itu. Putih dan rapi sekali, seolah sudah diatur semuanya. Maka jika Mamie sedang tertawa, saya suka terlongong memperhatikan dua baris gigi nan rapi dan “tertib” itu.

Namun kekagumanku tentang daya pesona Mamie itu tetap kurahasiakan di dalam hati. Karena saya pun sadar bahwa Mamie itu milik Papa nan paling berharga.

Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan berputar terus dengan cepatnya. Tanpa terasa kelak tengah malam jam nol-nol, umurku bakal menjadi 18 tahun.

Aku malah terkenang Papa nan sedang di luar kota. Kalau usiaku 18 tahun, usia Papa pun bakal genap 60 tahun, lantaran Pazpa menikah dengan Mama waktu berumur 41 tahuyn dan katika saya lahir usianya sudah menjadi 42 tahun. Sedangkan Mama waktu melahikan saya usianya baru 20 tahun. Berarti sekarang usia Mama sudah 38 tahun.

Yang membuatku antusias di usia 18 tahun ini, lantaran Papa sudah berjanji bahwa jika usiaku sudah 18 tahun, saya boleh menemui Mama di kampungnya nan tetap kuingat jalannya. Bahkan corak rumahnya pun tetap kuingat (kalau belum dirombak). Pokoknya rumah Mama itu hanya terhalang 1 rumah di samping Puskesmas.

Memang jam 00.00 kelak usiaku genap 18 tahun. Tapi kegiatanku di kampus tadi sangat meletihkan. Sehingga saya hanya kuat melek sampai jam 22.00, kemudian mengganti pakaianku dengan kaus oblong dan celana pendek serba putih, lampau terlelap tidur setelah mematikan lampu utama, tinggal lampu LED biru nan hanya 2 watt kubiarkan tetap menyala seperti biasanya.

Namun rasanya baru sejenak saya tidur (sebenarnya sudah 2 jam saya tidur), tiba – tiba saya merasa bahuku digoyang – goyang disertai bunyi wanita memanggil – manggil namaku, “Chep… Chepi… Chep… bangun dulu sebentar…”

Dengan malas – malasan saya membuka mataku. Dan alangkah kagetnya ketika di dalam keremangan sinar lampu biru 2 watt, kulihat wajah… Mamie!

“Oooh… Ma… Mamie…!” ucapku tergagap, “Ada apa Mam?”

Aku spontan terduduk. Spontan juga Mamie mengecup sepasang pipiku disusul dengan ucapan, “Selamat ulang tahun nan ke delapan belas ya Chepi Sayang. Semoga panjang umur dan sukses di masa depan.”

Aku terperangah. Karena wangi minyak wangi nan Mamie kenakan, tersiar ke penciumanku. Membuat suasana jadi berbeda dengan biasanya. “Terima kasih Mam. Aku malah lupa jika hari ini ulang tahunku,” ucapku berbohong. Padahal dari tadi sore saya sudah mengingat – ingat hari nan sangat krusial bagiku ini. Lalu saya turun dari bed untuk menyalakan lampu utama.

Keadaan di dalam kamarku pun menjadi terang. Mamie pun berdiri dan mengusap – usap rambutku sembari bertanya, “Kamu mau bingkisan apa di ulang tahunmu kali ini? Mau tukar motor bebekmu dengan moge?”

“Nggak Mam, “aku menggeleng, “Kalau punya moge, kelak malah jadi seneng main jauh – jauh. Motor nan ada sudah sangat menolong buat kuliah Mam.”

“Terus mau apa dong? Ngomong aja terus terang. Apakah Anda mau dibeliin arloji nan seharga dengan moge?”

“Nggak Mam. Di era sekarang anak muda sudah gak suka arloji lagi. Karena untuk memandang jam kan tinggal lihat di hape aja.”

“Terus… mau hape nan harganya sama dengan moge?”
“Gak juga. Hape mahal – mahal sekalinya lenyap pasti nyeselnya berbulan – bulan.”
“Terus mau apa dong? Masa gak punya request sama sekali?”
“Mmm… ada sih nan saya inginkan. Tapi bukan dalam corak barang.”
“Mau apa? Mau tour ke Bali alias ke Singapura alias ke Australia atau…”
“Aku pengen ngerasain tidur sama Mamie, “potongku.
“Haaa? Kok pengen tidur sama mamie? Kenapa?”

Aku berpikir sesaat, untuk mencari alasan. Lalu berkata, “Waktu Mama belum pisah sama Papa, saya sering tidur dalam pelukannya. Terasa nyaman sekali. Tapi setelah Mama meninggalkan rumah ini, saya selalu tidur sendirian. Tidak pernah lagi me…”

Mamie memotong ucapanku, “Ya sudah sudah… mamie mau bobo sama Anda sekarang. Mumpung Papa tetap lama di luar kota. Mau tidur di mana? Di bilik mamie alias di sini aja?”

“Di sini aja. Hehehe… beneran Mamie mau tidur di sini?“tanyaku sembari memegang kedua tangan Mamie.

“Iya. Tapi mamie mau tukar baju dulu ya. Ini kan busana nan sengaja mamie pakai untuk mengucapkan selamat ulang tahun padamu. Apa Anda gak mau makan di luar untuk merayakan ulang tahunmu?”

“Besok lagi aja Mam. Sekarang udah tengah malam gini, mendingan juga bobo.”
“Oke,“ Mamie mengangguk sembari tersenyum. “Mamie mau pakai kimono dulu ya.”
“Iya Mam.”

Kemudian Mamie meninggalkan kamarku. Aku pun mematikan lampu utama lagi dan menyalakan lampu tidur 2 watt itu. Lalu menunggu Mamie datang lagi dengan merebahkan diri di atas bed, dengan terawangan bermacam – macam dan berkacau balau di benakku.

Apa nan kudu kulakukan? Haruskah saya berterus terang bahwa saya sering digoda oleh mimpi – mimpi jahanam nan selalu membikin celanaku basah itu? Haruskah saya berterus terang bahwa sebenarnya saya sudah lama tergila – gila oleh Mamie?

Ah, entahlah. Aku kudu menunggu sampai tiba saat nan tepat untuk membuka isi hatiku selama ini. Tapi apakah Mamie takkan marah lampau bereubah sikap menjadi jutek padaku kelak?

Sesaat kemudian Mamie sudah masuk lagi ke dalam kamarku, dengan mengenakan kimono putihnya. Entah kenapa, saya jadi degdegan dibuatnya. Karena ini untuk pertama kalinya Mamie bakal tidur bersamaku.

“Kamu romantis juga ya. Lampu tidur juga berwarna biru,” kata Mamie sembari naik ke atas bedku. Lalu merebahkan diri di samping kiriku. “Ohya… selama ini mamie gak pernah lihat Anda pacaran Chep.”

“Aku memang belum pernah punya pacar Mam.”

“Kenapa? “tanya Mamie sembari menyelundupkan tangannya ke kembali kaus oblongku. Dan mengusap – usap dadaku dengan lembut. “Tapi Anda normal kan?”

“Maksud Mamie normal apanya?” tanyaku semakin degdegan. Karena baru sekali ini Mamie mengusap – usap dadaku seperti ini.

“Normal dalam perihal nan satu itu… mmm… Anda bukan penyuka sesama jenis kan?”
“Iiih… amit – amit. Aku normal Mam.”
“Lalu kenapa gak pernah pacaran? Belum nemu nan sesuai dengan kriteriamu?”
“Iya Mam. Belum nemu wanita nan persis seperti Mamie dalam segalanya,” sahutku nekad.

“Haaa?” Mamie spontan bangkit. Duduk sembari menatapku dengan sorot heran, “Kamu nyari wanita nan seperti Mamie? Memangnya gimana perasaanmu selama ini sama Mamie?” Ngocoks.com

Aku tetap celentang dan menyahut sembari memejamkan mataku, “Sejak mini sampai sekarang saya sayang sama Mamie. Aku juga kagum sama Mamie. Kagum sekali. Sampai sering terbawa – bawa ke dalam mimpi.”

“Ohya?! Kamu kagum sama mamie dalam perihal apanya?”

“Dalam segalanya Mam… tapi Mamie jangan marah ya. Aku hanya mau membuka isi hati nan sebenarnya.”

“Ya. Ngomong deh terus terang. Mamie paling suka orang nan jujur, nan selalu berterus terang dalam segala hal.”

“Sejak mini saya mengagumi kecantikan Mamie dan mobilitas – gerik Mamie yang… aaaah… begitulah Mam.”

“Lalu Anda sering mimpiin mamie?”
“Iya Mam.”
“Mimpinya seperti apa?”
“Jauh… jauh dari realita Mam.”
“Pernah mimpi dicium sama mamie?”
“Sering. Lebih jauh lagi juga sering.”
“Haaa… lebih jauh lagi itu seperti apa?”
“Malu mengatakannya Mam.”
“Jangan malu – malu dong. Jujur aja bilang, apa nan pernah Anda mimpikan tentang mamie?”
“Pokoknya… mmm… pagi harinya celanaku jadi basah Mam…”
“Hihihi… “Mamie mencubit pipiku, “Kamu mimpi begituan sama mamie?”
“Iii… iya Mam.”
“Kok bisa?!”

“Nggak tau kenapa Mam. nan jelas mimpi – mimpi itu tidak diundang. Berdatangan sendiri dalam tidurku.”

“Kamu tentu sadar mamie ini punya papamu nan begitu menyayangimu kan?”
“Sadar jika Mamie ini punya Papa. Aku salah ya Mam? Maaf jika saya salah.”

Mamie merebahkan diri lagi di sampingku. Harum minyak wangi Mamie tersiar lagi ke penciumnanku. Lalu Mamie melingkarkan lengannya di atas perutku sembari berbicara lembut, “Kamu tidak salah Sayang. Kan mimpi itu tidak bisa diminta. Suka datang sendiri tanpa diundang. Hanya saja… ah… entahlah. Kamu ini bikin mamie bingung Chep.

Aku terdiam. Suasana pun jadi hening. Hanya elahan nafas Mamie dan nafasku nan terdengar.

Lalu Mamie mendekap pinggangku sembari bertanya, “Terus mamie kudu gimana agar Anda senang?”

“Nggak tau Mam. Aku juga bingung,” sahutku dalam kebingungan. Tapi tak bersuara diam… ada nan menegang di kembali celana pendek putihku…!

“Kamu pengen merasakan ciuman bibir sama mamie?”
“Ma… mau Mam… ka… jika Ma… Mamie gak keberatan“sahutku gagap.

Sebagai tanggapan ucapan gagapku, Mami bergerak ke atas dadaku. Menghimpitku sembari mendekatkan wajahnya ke wajahku. Lalu… Mamie memagut bibirku ke dalam ciumannya nan wangi penyegar mulut. Membuatku tidak tahu lagi apa nan kudu kulakukan, selain mendekap pinggangnya erat – erat.

Tapi saya tahu betul bahwa penisku langsung ngaceng berat ketika sedang berpelukan dan berkecupan ini. Dan… Mamie juga tahu perihal ini, lantaran tangannya merayap ke kembali celana pendekku. Lalu tersentak kaget, “Punyamu luar biasa gedenya… Punya Papa juga kalah… tidak sepanjang dan segede ini …” ucapnya separuh berbisik.

Aku terdiam sembari berambisi semoga Mamie iba padaku dan memberikan sesuatu nan kudambakan selama ini. Ngocoks.com

Tapi Mamie malah menghela nafas. Lalu menelentang di sampingku sembari mengusap – usap dahinya, seolah tengah memikirkan sesuatu.

“Kamu tau toko obat nan buka duapuluhempat jam kan?” tanyanya.
“Tau Mam. Ada dua toko obat nan buka duapuluhempat jam.”
“Beliin pil anti mengandung gih.”
“Iya Mam,” sahutku sembari duduk, “Sekarang?”
“Iya. Ambil aja duitnya di laci meja rias mamie. Beli satu strip aja,” ucap Mamie.

Seperti biasa, saya tak pernah bertanya dan membantah jika Mamie sudah menyuruhku.

Kemudian saya turun dan mengambil jaket kulitku nan tergantung di kapstok. Dan melangkah ke luar sembari mengenakan jaket kulit ini.

Sebenarnya saya heran juga kenapa Mamie menyuruhku membeli obat anti hamil. Apakah dengan berkecupan saja bisa menyebabkan kehamilan? Tapi bukankah Mamie itu mandul sehingga sampai sekian lamanya jadi istri Papa tidak bisa hamil- mengandung juga?

Lalu buat apa pil anti mengandung itu? Entahlah. nan jelas saya kudu mengikuti perintahnya.

Bersambung…

Itil Service
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Share.
ceritasex

Ngocoks adalah situs dewasa nan berisi kumpulan cerita sex tergres nan di pembaruan setiap hari. Jangan lupa bookmark situs ini biar tidak ketinggalan cerita dewasa lainnya, -terima kasih.

Related Post

Drakor21 LayarKaca21