Cerita Sex Anak Bekas Pembantu – Saat ini saya kuliah di kota Bandung, di situ saya menyewa sebuah rumah mini dengan perabot komplit dan untuk pengawasannya saya dititipkan kepada Oom Rony, sepupu ayahku nan juga pemilik rumah untuk memperhatikan segala kebutuhanku.
Om Rony adalah seorang pejabat perbankan di kota kembang ini dan dia kuanggap sebagai wali orang tuaku. Sekalipun saya sadar ketampanan dan segala kelebihanku digila-gilai banyak perempuan, namun saya tetap belum mencari pacar tetap.
Untuk menyalurkan hobby isengku saat sekarang ini saya lebih senang dengan cewek-cewek nan berstatus freelance alias wanita penghasilan nan kunilai tidak bakal membawa tuntutan apa-apa di belakang hari.
Begitulah, pada tahun keempat masa kuliahku secara kebetulan saya mendapat seorang kawan nan cocok dengan seleraku. Seorang gadis berstatus pembantu rumah tangga keluargaku tapi penampilannya elok berkesan gadis kota.
Ngocoks Jadinya konyol, di luaran saya terkenal sebagai pemuda mahalan kelas atas tapi tanpa ada nan tahu justru mitra tetap untuk ber-“iseng”-ku sendiri adalah seorang gadis kampung nan status sosialnya jauh di bawahku.
Sulastri nama original si elok anak jejak pembantu rumah tangga orangtuaku, tapi lebih berkawan dipanggil dengan Lastri. Sewaktu mula-mula datang di tempatku ini dia memang meringankan saya tapi juga membikin saya jadi panas dingin berada di dekatnya.
Pasalnya dulu saya pernah punya skandal nyaris menggagahi dia sehingga dengan kembalinya dia kali ini dalam status istri orang tapi tinggal kesenyapan ini tentunya menggali lagi antusiasme rangsanganku kepadanya.
Usianya 3 tahun lebih muda dariku, dia dulu dibiayai sekolahnya oleh orangtuaku dan ketika tamat SMA dia pernah beberapa bulan bekerja membantu-bantu di rumahku sembari berupaya masuk Akademi Perawat. Sayang dia kandas dan kemudian pulang kampung lagi untuk menerima lamaran seorang pemuda di tempat asalnya itu.
Waktu tetap di rumah orangtuaku itulah saya nan tertarik kecantikannya, jika pulang dari Bandung sering usil menggoda dia, suatu kali sempat kelewatan nyaris merenggut kegadisannya.
Sebab di suatu kesempatan Lastri nan memang kutahu meletakkan hati padaku sudah pasrah kugeluti dalam keadaan bogel hanya saja lantaran saya tetap tidak tega dan juga tetap takut sehingga urung saya menodai dia.
Kuingat waktu itu secara iseng-iseng saya sengaja mau menguji kesediaannya ialah ketika ada kesempatan dia kuajak ke dalam kamarku. Beralasan meminta dia memijati saya tapi sembari begitu kugerayangi dia di bagian-bagian sensitifnya.
Ternyata dia tak bersuara saja tidak berupaya untuk menolakku, sehingga saya meningkat lebih terang-terangan lagi. Susunya memang menggiurkan dengan bentuknya nan membulat kenyal tapi saya tetap mengincar lebih ke bawah lagi.
“Was gimana jika Anda buka dulu celana dalammu, Mas Dony pengen gosok-gosokin nan lezat di punyamu,” bujukku dengan tangan sudah meraba-raba di selangkangannya.
Lastri tersipu-sipu dengan gugup ragu-ragu, meskipun begitu menurut saja dia untuk membuka celana dalamnya nan kumaksudkan itu.
“Ta.. tapi.. nggak apa-apa ya Mass..?” kali ini terdengar nada tanya kuatirnya.
Aku nan memang hanya sekedar menguji segera menenangkan dia.
“Oo tenang aja, nggak Mas masukin inimu hanya sekedar ditempel-tempelin aja kok..” jawabku sembari juga menurunkan celana dalamku memamerkan batangku nan sudah separuh tegang terangsang.
Kuambil tangannya dan meletakkan di batang kemaluanku meminta dia memainkan batang itu dengan genggaman melocok, ini diikuti Lastri mulanya dengan wajah kikuk malu tapi toh dia mulai terbiasa juga. Nampak tidak ada tanda-tanda risih lantaran baru kali ini dia memandang batang bugil seorang laki-laki.
Layap-layap keenakan oleh kocokannya sembari begitu sebelah tanganku juga ikut meremasi susu bergantian dengan bermain di liang kemaluannya. Lama-lama terasa menuntut, kuminta Lastri merubah posisi berganti tempat, dia nan berebahan separuh duduk tersandar di kepala tempat tidur, dari situ saya pun masuk duduk bertimpuh di tengah selangkangannya.
Dalam kedudukan ini tangan Lastri bisa mencapai batanganku dan melocoknya tepat di atas liang kemaluannya sementara kedua tanganku nan bebas bisa bermain dari kedua susu sampai ke liang kemaluannya.
Lagi-lagi Lastri memperlihatkan air muka cemas lantaran dikira saya sudah bakal menyetubuhinya tapi kembali kutenangkan dan menyuruh dia terus melocok dengan hanya menggesek-gesek ujung kepala batang kemaluan di celah menguak liang kemaluan berikut klitorisnya.
Cukup terasa lezat buatku meskipun memang penasaran untuk bersambung lebih jauh, tapi begitupun saya bisa menahan emosiku sampai kemudian locokannya sukses membuatku berejakulasi. Menyembur-nyembur maniku tumpah di celah liang kemaluannya nan terkuak mengangkang, tapi sengaja kutahan tidak kutusukkan di lubang itu.
“Huffhh pinterr Anda Was.. besok-besok bikinin lagi kayak gini ya?” kataku memberi pujian ketika permainan usai. Lastri mengangguk canggung bangga dan sejak itu setiap ada kesempatan saya mau beriseng, dia nan kuajak dan kugeluti sekedar menyalurkan tuntutanku.
Memang, sampai dengan saat itu saya tetap memperkuat untuk tidak mengambil keperawanannya lantaran tetap terpikir status kami nan berbeda. Aku majikan dan dia pembantu, padahal dalam segalanya Lastri betul-betul seorang gadis nan mulus kecantikannya.
Dibandingkan dengan wanita-wanita elok nan kukenal belakangan, Lastri pun tidak kalah indahnya. Tapi itulah nan namanya pertimbangan status padahal akhirnya saya toh berjumpa lagi dan membikin hubungan nan lebih jauh dengannya.
Di kampungnya Lastri dinikahi Ardi seorang pemuda tetangganya, dia sempat beberapa bulan hidup berbareng tapi ketika Ardi nan lulusan Akademi Teknik, minta ijin selama setahun lantaran mendapat pekerjaan sebagai TKI di suatu negara Arab, Lastri praktis hidup sebagai janda sendirian.
Begitu, untuk mengisi waktunya dia juga meminta ijin agar bisa mencari pekerjaan tambahan dan dia pun terkenang kepadaku lantaran saya memang pernah menjanjikan perihal itu jika dia mau mendapat tambahan pencaharian.
Ardi setuju lantaran saya sudah bukan asing bagi mereka, maka sesaat sebelum Ardi berangkat ke Arab dia ikut mengantar Lastri meminta pekerjaan padaku.
Kedatangan Lastri untuk menawarkan tenaganya tentu saja tidak bisa kutolak tapi untuk tinggal berbareng di rumah sewaanku jelas bakal mengundang kecurigaan orang, dia pun kutawarkan tinggal sembari bekerja di sebuah tempat usahaku.
Kebetulan saya memang mengusahakan sebuah Panti Pijat nan sebetulnya dimodali Oom Rony, sehingga kehadiran Lastri bisa membantu mewakili saya sebagai orang kepercayaanku dalam mengawasi tempat pijat itu.
Lastri langsung setuju tapi waktu suaminya sudah berangkat meninggalkan dia barulah dia berkomentar bingung soal pekerjaan itu.
“Tapi.., saya bener nggak disuruh kerja mijet Mas?” katanya agak keberatan dengan tugas nan belum dimengertinya itu.
“Ya enggak dong, Anda di sana Mas kasih tugas utama sebagai pengawas tempat itu. Kalau soal mau belajar mijet sih boleh-boleh aja, malah bagus agar Mas bisa kebagian rasanya juga,” kataku sembari tersenyum menggoda.
“Ngg.. gitu kelak ada nan ngajakin tidur aku, gimana Mas..?”
“Boleh, tapi minta ijin Mas dulu. nan jelas Mas dulu nan pakai baru boleh dikasih nan lain,” kataku tambah menggoda lebih jauh.
Di sini Lastri langsung mesem malu-malu, tapi begitupun senang dengan tawaranku untuk mewakili saya mengawasi upaya tempat pijatku.
Dia kuberi bilik di rumah nan kukontrak untuk upaya pijat itu tapi secara rutin seminggu dua kali dia datang membantu membersihkan rumahku dan mengambil baju-baju kotorku untuk dicucikannya.
Begitulah dengan adanya Lastri nan seolah-olah membawa keberuntungan bagiku, usahaku pun semakin bertambah ramai.
Apalagi dia nan semula hanya bertindak sebagai tuan rumah setelah mulai belajar teknik memijat dan mulai mempraktekkan kepada tamunya, semakin banyak saja mereka nan datang mem-booking Lastri.
Antri para tamu itu datang dengan niat mau mencicipi asyiknya pijatan sembari tentunya berupaya merayu agar bisa menikmati lebih dari sekedar pijatan si manis Lastri ini. Tetapi mereka belum sampai ke situ lantaran di bulan kedua kehadiran Lastri baru kepadakulah nan paling dekat dengannya saat ini, dia memberikan keistimewaannya.
Karena sudah pernah ada hubungan sebelumnya maka mudah saja bagiku untuk membikin kelanjutan intim dengannya, hanya saja setelah beberapa lama baru terpikir olehku untuk mencicipi dia.
Waktu itu saya terserang muntaber dan sempat seminggu saya terbaring di rumah sakit dengan ditunggui bergantian oleh Lastri dan Indri kakak perempuanku nan sengaja datang dari Jakarta untuk mengurusi sampai dengan kesembuhanku.
Keluar dari rumah sakit dan setelah memandang saya sudah mendekati pulih kesembuhanku, Indri pun kembali lagi ke Jakarta dengan meninggalkan pesan pada Lastri untuk tetap mengurusi sampai saya betul-betul sembuh.
Lewat lagi dua hari tenagaku kembali pulih seperti semula tapi seiring dengan itu mulai timbul lagi tuntutan kejantananku dan kali ini saya berencana bakal menyalurkannya pada Lastri sebagai sasaranku nan paling dekat denganku saat itu. Ini lantaran saya selama dirawat olehnya merasa lebih berkawan perasaanku dan berhutang budi sekali padanya.
“Tau nggak Was? Apa nan pertama-tama mau Mas bikin jika udah sembuh bener dari sakit ini?” tanyaku membujuk dia ngobrol menjelang kesembuhanku.
“Apa tuh kira-kira Mas?”
“Mas kepengen begini..” kataku sembari memberi tanda ibu jari dijepit telunjuk dan jari tengahku.
Lastri langsung ketawa geli mendengarnya.
“Hik, hik, hik.. Mas Dony nan dipikir kok itu dulu. Emang puasa berapa hari ini udah kepengen banget sih?”
“Justru itu, kepingin sih jangan bilang lagi tapi coba tebak siapa kelak nan bakal Mas ajak tidur?”
“Hmm siapa ya? Mas sih banyak ceweknya mana Lastri tau siapa orangnya?”
“Orangnya ya Anda Was.”
“Ngg kok malah aku, kan tetap banyak nan cakep lainnya Mas..” Lastri kontan tersipu-sipu malu seolah tidak percaya denganku.
“Yang Mas pilih emang Anda kok, sementara jangan dulu dikasih ke nan lainnya ya!” kataku sembari menarik dia mendekat kepadaku.
“Kasih siapa Mas, kan katanya kudu ijin Mas dulu?”
“Makanya itu kelak Mas nan pakai dulu. Kasih Mas ya?”
Kali ini kususupkan tanganku ke selangkangannya mengusap-usap bukit kemaluannya dan diterima Lastri dengan mengangguk sembari menggigit bibir malu-malu.
Dia sudah bersedia dan ketika tiba saatnya, saya sengaja mengajaknya keluar menginap di hotel lantaran saya mau betul-betul bebas berdua dengan dia. Maklum di rumah sewaanku tetap kukhawatirkan Indri ataupun keluargaku dari Jakarta bakal muncul sewaktu-waktu sehingga tidak terlalu kondusif rasanya.
Segera saya pun bersiap-siap dan membuka lemari untuk mengambil duit tapi buahpikiran nyentrikku mendadak timbul ketika terpandang sweaterku nan tergantung di situ. Kuminta dia memakai sweater itu tapi tanpa mengenakan apa-apa lagi di kembali itu, ini memang diturutinya tapi sembari meringis geli ketika sudah naik ke mobil duduk di sebelahku.
“Mas ini ada-ada aja, masak saya hanya disuruh pakai kayak gini sih?”
“Kamu biar hanya pakai gini tetep keliatan manis kok Was,” kataku membesarkan hatinya.
“Tapi kan kocak Mas, di atasnya anget tapi di bawahnya bisa masuk angin..”
“Maksud Mas Donny begini agar pemanasannya bikin cepet tambah kepengennya. Sambil nyupir mudah megang-megangin kamu..” jelasku dengan menjulurkan tangan ke selangkangannya sudah langsung merabai liang kemaluan telanjangnya.
Lastri tersipu-sipu tapi toh menurut juga ketika saya meminta dia meningkatkan kedua kakinya ke atas jok sehingga liang kemaluannya lebih terkangkang lebar, lebih leluasa tanganku bermain di situ.
Dia dari sejak dulu memang tidak pernah membantah apapun permintaanku. Mengusap-usap bukit nan hanya sedikit ditumbuhi bulu-bulu kemaluannya serta meremas-remas pipi menggembung dari bagian kewanitaannya nan menggiurkan ini, terasa kenyal daging mudanya itu.
Dipermainkan begitu tangannya otomatis terjulur ke kemaluanku membalas memegang seperti dulu ketika dia tetap sering bermain-main dengan milikku, tapi hanya sejenak lantaran segera dicabut lagi.
“Lho kenapa nggak diterusin?”
“Nggak ah, kelak keburu muncrat duluan. Mas kan udah puasa beberapa hari pasti sekarang udah kentel susunya, kan sayang jika keburu tumpah di luar kelak Lastri nggak kebagian.”
“Lho kan dipanasin dulu botolnya nggak apa-apa. Siapa tau kelewat kentel malah nggak mau netes airnya nanti?”
“Masak nggak mau keluar Mas?”
“Oh iya lupa, jika diperes-peres pakai lubang sempit ini memang pasti keluar sih. Tapi sembari dikocokin nan lezat kelak ya?”
Rangsangan selama perjalanan sudah mulai memanaskan antusiasme birahi kami, ketika tiba di hotel kelanjutannya semakin membara lagi. Di hotel nan kupilih, Lastri sudah kusuruh masuk ke bilik duluan sementara saya tetap menutup pintu mobil sebelum kususul dia di situ.
Kubuka sekalian bajuku hingga bugil bulat sementara dia tetap bertimpuh di sofa nan menempel dekat jendela, pura-pura memandang ke luar mengintip lewat gordyn jendela.
Segera saya merapat dari belakangnya langsung membuka sweater satu-satunya penutup tubuhnya, begitu sama bugil bulat kupeluk dia merapatkan punggungnya ke dadaku dan mulai mengecupi lembut lehernya dengan diikuti kedua tanganku bermain masing-masing meremasi susu dan bukit kemaluannya.
“Maass.. botolnya kerasa udah keras bener..” katanya mengomentari kemaluanku nan sudah mengencang menempel di atas pantatnya.
“Iya, udah ngerti dia sejenak lagi bakal ditumpahin isinya ke lobang ini,” jawabku singkat.
Kupondong dia dan membaringkan di atas tempat tidur langsung kudekap dan mencumbui dengan kecupan-kecupan seputar wajahnya dan usapan-usapan tangan di sekujur tubuhnya. Kenangan lama terungkit, gemas-gemas sayang rasanya dengan tubuhnya nan mulus lagi elok ini.
Ingin kulampiaskan emosi nafsuku tapi seperti takut dia kesakitan oleh tenagaku, jadinya separuh keras separuh tertahan serbuanku. Remasan tangan kuganti saja dengan permainan mulutku, tanpa menghentikan kecupanku nan mulai kujalari menurun ke leher menuju ke buah dadanya. Lastri selain mulus bersih juga tidak berbau keringatnya sehingga lezat untuk kucium-ciumi dan kujilat-jilati.
Tiba di bagian susunya, kedua bukit daging nan putih membulat bagus lagi kenyal ini segera kukecap dengan mengisap bertukar-tukar masing-masing pentilnya. Ngocoks.com
Mengenyoti bagian puncaknya, kungangakan lebar-lebar mulutku serasa mau memasukkan banyak-banyak daging menonjol itu agar dapat kusedot sepuas-puasnya. Di dalam mulutku lidahku berputaran menjilati pentilnya, menggigit-gigit mini membikin dia mengerang dalam geli-geli senang.
“Ssh ahngg.. geli Mass..” suaranya merengek manja membikin saya semakin gemas bergairah. Air mukanya mulai merah terangsang lantaran sembari begitu saya juga menambahi dengan mempermainkan liang kemaluannya.
Menggosok-gosok klitorisnya dan mulai mencucukkan satu jariku mengoreki bagian mulut lubangnya. Ada satu nan spesial dan menyenangkatu nan spesial dan menyenangkitu dia mempunyai klitoris jenis besar nan jarang kujumpai pada kebanyakan kemaluan-kemaluan perempuan.
Aku sudah lama mengenal bagian ini tapi tetap juga seperti penasaran membawa saya merosot ke bawah untuk memperhatikannya lebih jelas.
“Ihh.. Mas ini mau ngeliat apa sih..?”
Lastri rupanya kikuk malu dengan perobahan mendadakku. Tangannya bergerak mau menutup bagian itu tapi sigap kusingkirkan.
“Kok mau ditutup sih, kan Mas kangen pengen ngeliat itil gedemu kayak dulu Was?”
“Hngg.. punyakku jelek kok mau-maunya diliat sih Mas..?”
“Kamu keliru, justru nan begini disenengin orang laki soalnya jarang ada..”
“Aaah Mas Dony menghibur ajaa. Apanya disenengin, jadi ketawaan malah..”
“Lho Mas sendiri udah keliling banyak wanita belum pernah dapet nan gini. Udah denger cerita dari orang-orang baru Mas penasaran lagi sama Anda Was..”
“Ngg abiiss Mas nggak dulu-dulu ngambilnya.. Sekarang udah keburu diambil Kang Ardi duluan baru Mas minta, kan Lastri nggak tega ngasihnya jika udah bekas-bekas Mas..” timpal Lastri dengan air muka membayangkan kecewa.
Bersambung…